Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oknum Polisi dan TNI Akan Diusut

Kompas.com - 07/05/2013, 04:33 WIB

Jakarta, Kompas - Kepolisian Daerah Metro Jaya akan menyelidiki dugaan adanya keterlibatan oknum aparat Kepolisian Negara RI dan Tentara Nasional Indonesia dalam kasus perbudakan terhadap 34 buruh pabrik pengolahan limbah metal di Lebak Wangi, Sepatan Timur, Tangerang, Banten.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Senin (6/5), mengatakan akan segera meminta keterangan dua oknum yang diduga terlibat itu, yaitu AH (polisi) dan IS (TNI).

”Berdasarkan pengakuan tersangka YI alias Yuki (pemilik pabrik), kedua oknum itu adalah teman lama yang dikenal sebelum mereka masuk kesatuan. Kebenaran dari keterangan ini masih harus didalami,” kata Rikwanto.

Praktik perbudakan ini terungkap setelah dua buruh pabrik itu kabur ke Lampung dan melapor ke polisi di Lampung pada 28 April 2013. Laporan itu ditindaklanjuti Polda Lampung dan Polda Metro Jaya. Saat penggerebekan, di pabrik ditemukan 34 buruh dalam kondisi sakit kulit dan napas, kurang makan, bahkan ada yang disekap di dua lokasi. Mereka juga tidak diberi gaji beberapa bulan, dipukuli, bahkan ada yang disiram air panas. Mereka takut kabur akibat ancaman petugas keamanan.

Pengakuan tersangka Yuki dalam pemeriksaan, dua oknum polisi dan TNI itu merupakan sahabatnya sejak lama. Keduanya juga tinggal di sekitar pabrik.

”Apakah mereka diberikan sejumlah uang atau tidak oleh tersangka, kami masih mendalaminya. Yang pasti, setiap kali datang, tersangka selalu memberi uang bensin,” ujar Rikwanto.

Secara terpisah, Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Sepatan Ajun Komisaris Sunarto membantah jika anak buahnya menerima upeti dari tersangka Yuki. ”Saya pastikan, tidak ada anggota kami yang menerima upeti. Itu sama sekali tidak dibenarkan,” kata Sunarto di Lebak Wangi.

Menurut Sunarto, tersangka Yuki memang memiliki kakak ipar berinisial Zu (saat ini menjadi anggota reserse di Polsek Sepatan) dan adik ipar, Mursan, Kepala Desa Lebak Wangi. Akan tetapi, dalam pengakuan Zu kepada Sunarto, dia tidak tahu-menahu dan tidak melindungi kegiatan di pabrik itu.

Kemarin siang, sekitar seratusan buruh yang tergabung dalam sejumlah serikat pekerja dan aliansi juga mengekspresikan kekesalan mereka terhadap aksi perbudakan ini. Mereka merobohkan pintu gerbang rumah Yuki yang terbuat dari besi dan merusak ornamen pagar besi rumah lurah Lebak Wangi.

Tujuh tersangka

Polda Metro, hingga kemarin, menurut Rikwanto, menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini dan masih memburu dua mandor yang diduga melakukan kekerasan terhadap para buruh.

Pihak polda telah memeriksa 34 buruh, 4 warga, 2 mandor yang tidak ditetapkan sebagai tersangka, lurah Lebak Wangi, Ma (istri Yuki), dan Si (anak Yuki).

Kepala Satuan Reskrim Polres Kota Tangerang Kabupaten Komisaris Shinto Silitonga mengatakan, kepada tersangka akan dikenai Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.

”Sedang didalami juga kemungkinan pelanggaran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan barang milik buruh, dan undang-undang industri karena usaha tersebut ilegal,” tuturnya.

Menurut Shinto, tersangka Yuki memulai usahanya dari usaha pengelolaan limbah. Selanjutnya beralih ke usaha balok kayu. Sejak Januari 2012, Yuki memproduksi wajan aluminium.

”Modal usaha pembuatan wajan yang tidak berbadan usaha milik Yuki ini sebesar Rp 1,1 miliar,” kata Shinto.

Mabes Polri mengawal

Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dalam jumpa pers, kemarin, meminta Markas Besar Polri agar memberikan supervisi kepada Polda Metro Jaya dan Polres Kota Tangerang Kabupaten dalam menangani kasus ini.

Kontras menemukan, ada indikasi pereduksian kasus serta pembelokan fakta yang dilakukan oleh polres tersebut.

”Kami mendapatkan informasi yang cukup kuat akan keterlibatan aparatur negara, tetapi itu tidak dimasukkan dalam dokumen hukum dan dalam berita acara pemeriksaan yang dilakukan oleh polres,” kata Haris.

Berdasarkan penelusuran Kontras, Haris mengungkapkan, 20 dari 34 korban mengaku kerap kali melihat anggota Brigade Mobil (Brimob), baik di dalam maupun di luar pabrik. Keberadaan anggota Brimob ini berfungsi sebagai alat intimidasi jika korban enggan bekerja.

”Kami khawatir kalau kasus ini ditangani Polres Kota Tangerang Kabupaten akan terjadi reduksi penggunaan pasal dan undang- undang terhadap pelaku. Makanya kami minta Mabes Polri untuk memberikan supervisi, karena Mabes Polri mempunyai peran untuk melakukan kontrol,” kata Haris. (PIN/K04/K05)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com