Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran Peremajaan Kereta Tidak Ada

Kompas.com - 13/05/2013, 03:14 WIB

Jakarta, Kompas - PT Kereta Api Indonesia akan menarik KRL ekonomi yang sudah rusak parah dan tidak bisa diperbaiki lagi. Selama ini, tidak ada biaya peremajaan untuk KRL ekonomi sehingga kereta yang rusak tidak bisa diganti dengan kereta ekonomi lain.

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan, di Jakarta, Jumat (10/5), mengatakan, penarikan KRL ekonomi lebih didasari pertimbangan keselamatan perjalanan kereta dan penumpang.

”Kami tidak menargetkan waktu kapan kereta ditarik. Namun, begitu kereta tidak layak dioperasikan dan ada pengganti kereta lain (commuter line) untuk mengisi jadwal perjalanan, akan dilakukan penarikan,” katanya.

Jonan mengakui, dalam subsidi public service obligation (PSO) yang selama ini diberikan pemerintah kepada PT KAI, ada komponen biaya perawatan untuk kereta ekonomi. Namun, biaya untuk peremajaan kereta tidak ada sehingga pihaknya tidak bisa mengganti kereta ekonomi lama dengan yang baru.

”Kami akan mengupayakan operasional KRL ekonomi hingga batas maksimal. Namun, jika memang tidak bisa dilakukan perawatan karena kerusakan sudah parah, suku cadang tidak ada lagi, terpaksa kereta ditarik,” kata Jonan.

Hingga wawancara ini dilakukan, Jonan mengatakan, belum ada kontrak PSO tahun 2013. Sementara itu, kereta ekonomi tetap dijalankan sejak awal tahun. Tahun 2012, operasional kereta ekonomi sebelum ada kontrak PSO ini sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan saat melakukan audit perusahaan.

Semua kereta

Awalnya, PT KAI berencana menarik dua rangkaian KRL ekonomi pada 1 April 2013. Pada akhir Maret 2013, ada kesepakatan antara Ditjen Perkeretaapian, PT KAI, dan sejumlah lembaga untuk menunda penarikan KRL ekonomi, dari 1 April menjadi Juni 2013. Dalam kurun waktu itu, Ditjen berjanji akan merumuskan mekanisme pemberian subsidi bagi penumpang yang tidak mampu.

Jonan mengatakan, kesepakatan itu tidak tertulis. Karena itu, pihaknya tetap berpegang pada pengutamaan keselamatan penumpang di atas kepentingan sektoral atau ego organisasi.

Penarikan kereta, menurut Jonan, tak hanya dilakukan pada KRL ekonomi. ”Tahun 2010, kami menarik 30 unit kereta eksekutif Argo Bromo Anggrek setelah anjlok di Stasiun Manggarai. Hal ini dilakukan untuk mengutamakan keselamatan perjalanan kereta dan penumpang,” katanya.

Dia tidak menutup kemungkinan, kereta yang digunakan untuk commuter line bisa diberi subsidi apabila pemerintah menghendaki. Dengan begitu, akan ada peningkatan pelayanan bagi pengguna KRL.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Tundjung Inderawan belum bisa diwawancarai tentang KRL ekonomi ini. Dalam pesan singkat, dia mengatakan tengah berada di luar.

Bagi sebagian pekerja komuter, KRL ekonomi merupakan pilihan yang paling masuk akal. Selain waktu tempuh yang singkat, harga tiket kereta ekonomi ini paling murah. Tarif KRL ekonomi saat ini sekitar 20 persen dari tarif commuter line. Tarif KRL ekonomi tidak pernah naik dalam kurun 10 tahun terakhir.

Adapun jadwal perjalanan yang semula dilayani KRL ekonomi, diganti dengan commuter line.

Maksimalkan kereta

Secara terpisah, pengamat perkeretaapian, Taufik Hidayat, menilai, KRL memiliki daya saing berupa waktu tempuh yang cepat sehingga banyak diandalkan pekerja komuter.

”Frekuensi perjalanan KRL ini sangat tinggi. Karena itu, gangguan harus dihindari agar tidak mengganggu perjalanan kereta lain. Karena itu, sarana dan prasarana harus andal,” katanya.

Keandalan sarana, menurut Taufik, harus didukung dengan ketersediaan kereta cadangan sehingga jika terjadi gangguan sarana, kereta bisa segera diganti. ”Kalau tidak ada kereta pengganti, yang terjadi, penumpang masuk semua ke kereta yang tiba berikutnya meskipun beda kelas,” ujarnya.

Di sisi lain, ada juga kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan, seperti membuat pendingin ruangan di kereta berfungsi baik.

Adapun keandalan prasarana harus didukung ketersediaan anggaran. Biaya perawatan prasarana, seperti rel dan sinyal yang merupakan barang milik pemerintah, selama ini dibebankan kepada operator, yakni PT KAI. Untuk biaya perawatan prasarana, dalam setahun mencapai Rp 1,7 triliun.

Seluruh biaya yang dikeluarkan operator akhirnya dibebankan ke produk lewat harga tiket. Ini yang membuat tiket kereta mahal. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com