Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persaingan Sepatu di ASEAN Kuat

Kompas.com - 03/06/2013, 03:06 WIB

Jakarta, Kompas - Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlaku mulai akhir 2015 dapat menjadi peluang bagi industri alas kaki Indonesia untuk menggarap pasar Asia Tenggara. Meski demikian, mereka ditantang bersaing dengan industri sejenis dari negara tetangga yang juga bertumbuh.

”Kelebihan sepatu Indonesia adalah jahitannya rapi. Karena produktivitas kita rendah, jahitannya bisa lebih rapi,” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko di Jakarta, pekan lalu.

Namun, belakangan industri sepatu di Vietnam, Malaysia, dan Thailand juga mampu menghasilkan produk yang rapi.

Bahkan, saat ini Vietnam, Kamboja, dan Myanmar menjadi negara baru yang menjadi basis industri sepatu di Asia Tenggara. Hal ini berarti mereka juga dapat menggarap besarnya pasar ASEAN. ”Patut dicermati impor sepatu dari Vietnam, angkanya luar biasa,” kata Eddy.

Aprisindo mencatat total impor alas kaki Indonesia dari ASEAN pada tahun 2012 sekitar 74,3 juta dollar AS. Dari jumlah itu, sekitar 53,9 juta dollar AS diimpor dari Vietnam.

Sementara itu, dari total ekspor alas kaki Indonesia ke ASEAN pada tahun 2012 sekitar 103,7 juta dollar AS, ekspor ke Vietnam tercatat 4,9 juta dollar AS.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, ekspor alas kaki dan penyamakan kulit pada tahun 2012 mencapai 3,5 miliar dollar AS. Surplus ekspor industri alas kaki dan penyamakan kulit dalam lima tahun terakhir rata-rata 2 miliar dollar AS.

Tumbuh positif

Eddy mengatakan, industri alas kaki nasional beberapa tahun terakhir tumbuh positif. ”Gambarannya empat tahun lalu ekspor sepatu kita baru 1,6 miliar dollar AS. Dua tahun lalu ekspor sudah 3,3 miliar dollar AS. Artinya dalam dua tahun ekspor naik 200 persen,” ujarnya.

Meski demikian, Eddy memperkirakan ekspor sepatu pada tahun 2013 turun sekitar 10 persen dibandingkan pada tahun 2012. Penurunan ini antara lain merupakan dampak kenaikan upah minimum regional yang lebih dari 30 persen.

Menyusul kenaikan upah minimum regional, perusahaan tidak mungkin menaikkan harga produk yang merupakan pesanan atau order lama. Perusahaan hanya bisa menyesuaikan harga dengan pembeli untuk pesanan berikutnya.

Secara terpisah, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Neddy Rafinaldy mengatakan, salah satu cara membendung tergarapnya pasar domestik dari serbuan produk negara ASEAN adalah dengan mendorong warga menggunakan produk dalam negeri. (CAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com