Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

24 Tahun Takhta Sultan HB X Diperingati

Kompas.com - 04/06/2013, 03:16 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Sultan Hamengku Buwono X pada akhir pekan ini atau Sabtu (8/6) merayakan tingalan dalem jumenengan atau peringatan 24 tahun kenaikan takhta sebagai Raja Keraton Yogyakarta dengan gelar ”Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatulah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa”.

Kepala Bagian Humas Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta Iswanto mengatakan, peringatan tersebut digelar dalam rangkaian prosesi tingalan dalem jumenengan yang dimulai dari Kamis (6/6) hingga Minggu (9/6). ”Khusus untuk masyarakat umum dan wisatawan, mereka bisa menyaksikan langsung prosesi pemberangkatan labuhan di Keben atau Kemandungan Lor Keraton Yogyakarta serta di tempat-tempat pelaksanaan prosesi labuhan,” ujar Iswanto di Yogyakarta.

Pemberangkatan labuhan berlangsung pada Minggu (9/6). Meski demikian, sejak Kamis rangkaian prosesinya sudah dimulai dengan apeman ngebluk, yaitu pembuatan adonan kue apem yang kemudian disusul dengan prosesi nusuk atau memasak kue apem pada Jumat.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi apeman dipimpin oleh permaisuri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, beserta putri-putri Sultan HB X, keluarga raja, dan para abdi dalem di Bangsal Sekar Kedaton, Keraton Yogyakarta.

”Setelah selesai dibuat, kue apem lalu dibawa ke teras Bangsal Kencono untuk didoakan. Apem merupakan simbol ungkapan syukur sekaligus permohonan ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berbagai macam kesalahan selama prosesi tingalan dalem berlangsung atau selama Sultan HB X memimpin keraton,” ujar Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung Jatiningrat.

Tradisi ”apeman”

Menurut dia, kata apem berasal dari bahasa Arab, yaitu afuwwun, yang berarti ampunan. Karena itu, kue yang terbuat dari tepung beras ini menjadi simbolisasi permohonan ampun atas berbagai macam kesalahan. Tradisi apeman biasanya juga diikuti masyarakat dengan membuat apem pada bulan Ruwah, yaitu bulan terakhir sebelum memasuki masa Ramadhan. Mereka memohon ampun atas semua kesalahan sebelum Ramadhan.

Setelah apem didoakan di Bangsal Kencono, prosesi berikutnya adalah labuhan di Bangsal Sri Manganti. Dalam ritual ini, tumpeng dan perlengkapannya didoakan, lalu esok harinya, Minggu, dibawa ke tiga tempat labuhan, yaitu Gunung Merapi, Pantai Parangkusumo, dan Ndlepih, lereng Gunung Lawu. ”Di tempat labuhan, perlengkapan labuhan akan diterima oleh bupati atau pejabat yang ditunjuk,” katanya.

Sehari sebelumnya, di lereng Merapi, Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, misalnya, akan digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Esok harinya, mereka kemudian membawa perlengkapan labuhan ke atas lereng Merapi untuk didoakan. Hingga kini, berbagai ritual budaya masih berlangsung. (ABK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com