Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beban DKI Bukan Hanya Saham

Kompas.com - 07/06/2013, 03:30 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana Pemprov DKI membeli saham mayoritas operator air bersih PT Palyja perlu langkah konkret. Pemprov DKI tidak hanya harus membayar nilai saham Suez Environment, melainkan juga membayar utang yang selama ini terakumulasi bertahun-tahun.

Pimpinan DPRD DKI Jakarta mengingatkan hal itu agar tidak ada kesalahan hitung. ”Saya khawatir akan memberatkan keuangan daerah jika hanya murni dari APBD. Sebab, banyak program pembangunan yang memerlukan pembiayaan besar,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Prya Ramadhani, Kamis (6/6), di Jakarta.

Walau begitu, Prya mengapresiasi niat Gubernur DKI Joko Widodo. Apalagi, masuknya swasta dalam pengelolaan air bersih di Jakarta ternyata belum mampu menyelesaikan kebutuhan air bersih untuk rakyat.

Terus merugi

Layanan air perpipaan Jakarta berpindah ke swasta sejak 1997. Saat ini bagian barat Jakarta dilayani air perpipaan yang dikelola PT Palyja milik Suez Environment dan Astratel. Sebelah timur dikelola PT Aetra milik Acuatico.

Dalam konferensi pers KMMSAJ pada Selasa juga dipaparkan ada keanehan, yaitu hingga kontrak dengan dua operator swasta selesai pada 2022, PAM Jaya/Pemprov DKI Jakarta justru berutang kepada pihak swasta itu sebesar Rp 18,2 triliun.

Penyebabnya, ada sistem kerja sama yang tidak lazim, yaitu operator swasta dibayar dengan imbalan yang nilainya disesuaikan setiap enam bulan, sementara pelanggan membayar tarif yang tentunya tidak bisa terus naik pada periode yang sama. Akibatnya, timbul kekurangan pembayaran kepada swasta. Di sisi lain, pihak swasta mematok keuntungan amat besar, yaitu 22 persen, jauh di atas peraturan Menteri Dalam Negeri yang menyatakan keuntungan wajar perusahaan air minum adalah 10 persen.

Pada laporan keuangan Palyja, seperti dipaparkan Tama dan Tommy Albert dari LBH Jakarta, keuntungan tahun 2011 mencapai Rp 230 miliar. Tahun yang sama PT Aetra meraup Rp 158 miliar. Namun, PAM Jaya justru merugi.

Uji kepatutan

Tak hanya menyangkut keuangan, anggota Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta, Firdaus Ali, mengingatkan agar Jokowi menata ulang pengelolaan air bersih. Dia menyarankan agar Pemprov DKI melakukan uji kelayakan dan kepatutan lagi bagi semua pihak yang terkait pengelolaan air. Pihak yang dimaksud, antara lain, PAM Jaya, Badan Pengawas Air Bersih, dan Badan Regulator Air Minum DKI Jakarta.

Menurut Firdaus, hal itu penting karena lembaga tersebut belum jelas peranannya dalam tata kelola air bersih. ”Misalnya, PD PAM Jaya tugasnya apa sekarang. Lembaga itu bukan regulator, bukan pengawas, dan bukan operator. Lalu apa? Ini yang harus ditata,” kata Firdaus.

Marsha Kamila dari Humas Badan Regulator Air Minum DKI Jakarta belum dapat menanggapi rencana Jokowi. Pembelian saham mayoritas Palyja oleh Pemprov DKI belum jadi pembahasan di internal Badan Regulator. ”Saya belum dapat memberi penjelasan,” katanya.

Pascarencana pembelian saham Palyja, PD PAM Jaya menyiapkan surat penolakan penjualan saham Suez Environment ke perusahaan Filipina. Surat itu segera dilayangkan ke manajemen Palyja setelah Jokowi menyampaikan niatnya mengambil alih saham mayoritas operator air bersih itu.

”Sikap Gubernur bisa diartikan menolak penjualan saham mayoritas Palyja ke pihak asing. Sebab, syarat penjualan saham itu harus melalui persetujuan para pihak, salah satunya PAM Jaya. Kami siap membuat surat penolakan ke Suez Environment (pemegang saham mayoritas Palyja) setelah menerima perintah Gubernur,” ujar Dirut PD PAM Jaya Sri Widayanto Kaderi.

Proses penjualan saham mayoritas ke Pemprov DKI tidak banyak mengubah pola kerja yang selama ini berjalan. Sebab, 55 persen dari pekerja Palyja adalah karyawan PAM Jaya. Sisanya karyawan Suez Environment dan PT Astratel.

Proses pembelian saham ke Pemprov DKI, kata Sri, akan mengubah arah kebijakan dan struktur organisasi pemilik saham.

”Saya yakin peningkatan kualitas layanan air bersih akan semakin meningkat. Sebab, pemerintah sendiri yang memiliki saham mayoritas,” kata Sri.

Rencana pembelian saham mayoritas Palyja sudah muncul beberapa tahun terakhir. Namun, baru Jokowi yang secara resmi, di depan delegasi Kementerian Perdagangan Luar Negeri Perancis, menyampaikan rencana mengambil alih saham mayoritas Palyja. Jokowi telah menyiapkan dana proses pembelian saham Palyja, termasuk dana yang dibutuhkan, sebagai implikasi dari pembelian saham tersebut.

Sri mengakui, selama ini banyak warga yang belum mendapat pasokan air bersih dari pipa akibat jaringan pipa dan sumber air baku yang terbatas.(NDY/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com