Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: BLSM Rp 150.000 Enggak Ada Artinya...

Kompas.com - 18/06/2013, 12:02 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono mengatakan, pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tak ada artinya bagi konstituen. Hal itu diungkapkannya menanggapi kritik ataupun kecurigaan berbagai pihak terkait program BLSM.

Pemerintah akan memberikan BLSM kepada sekitar 15,5 juta keluarga sasaran. Masing-masing akan mendapat Rp 150.000 per pulan selama empat bulan.

"Kalau masih ada yang mengkhawatirkan (BLSM), perlu dipikirkan, kalau Rp 150.000 selama 4 bulan itu enggak ada artinya bagi konstituen kita," kata Boediono saat jumpa pers di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (18/6/2013).

Jumpa pers digelar seusai Wapres memimpin rapat bersama para menteri dan pimpinan instansi terkait membahas hasil pengesahan UU APBN-P 2013. Menteri yang hadir di antaranya Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh.

Boediono mengatakan, masyarakat sudah sangat cerdas. Uang sebesar Rp 150.000, kata dia, tidak ada artinya untuk mempengaruhi pilihan mereka di Pemilu 2014. Terlebih lagi, BLSM hanya 4 bulan, tidak mendekati pelaksanaan pemilu.

Jika masih ada pihak yang mencurigai BLSM, Wapres mengatakan, "Berarti tidak menghargai kecerdasan masyarakat kita yang sudah sangat rasional dalam memilih."

Boediono menambahkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa rakyat miskin akan terpukul ketika ada kenaikan harga BBM. Setidaknya, kondisi ini akan terjadi 3-4 bulan karena kenaikan harga-harga. Setelah itu, kondisi akan kembali normal.

Oleh karena itu, tambah Boediono, pemerintah membuat program BLSM seperti program bantuan langsung tunai (BLT) dulu. Hanya, kata dia, sasaran BLSM akan lebih baik daripada BLT.

Mereka yang mendapatkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk mencairkan BLSM, kata Boediono, berasal dari survei Badan Pusat Statistik. Data BPS kemudian diperbarui dan dikonsultasikan dengan pemda, terutama di tingkat desa dan kelurahan.

"Akhirnya kita dapat suatu daftar penduduk Indonesia sampai dengan 40 persen paling bawah tingkat kesejahteraannya. Datanya ada per keluarga, alamat, nama, dan sebagainya. Jadi, ini tidak ada aspek politik. Semua didasarkan survei obyekif BPS dan tidak ada motif untuk itu," papar Boediono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Nasional
    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Nasional
    'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

    "Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

    Nasional
    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com