Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pak John Kembali di Bulungan

Kompas.com - 26/06/2013, 13:15 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Aha... malam ini saya ketemu sama Pak John lagi, setelah tujuh tahun lelaki tua itu menghilang dari Bulungan, Jakarta Selatan, dan sekira dua bulan lalu dikabarkan telah meninggal di Bali.

Betapa senangnya saya, demi melihat dia masih segar bugar.
"Maklum artis, jadi digosipin macam-macam.. he he he..." kata Pak John saat ditanya soal kabar kematiannya.

John Kulit panggilannya. Saat saya jumai di Selasa malam (25/6), dia tampil dengan celana pendek bluejeans, sepatu boot warna coklat, topi laken, kaus hitam bergambar penyanyi gipsi denan rompi kulit wrna coklat di luarnya.

Dan seperti biasa, dia pun masih seperti tujuh tahun lalu, dia menyapa saya hangat, "You deh!"
Dan waktu seperti tak berdaya terhadap lelaki usia 62 ini. Dia masih tetap funky dengan wajah yang justru lebih cerah dibanding tujuh tahun lalu.

"Makin segar deh!" ujar saya mengomentari wajah Pak John.
"Iya deh, jalani hidup dengan enteng deh, gak ada beban deh..." jawab Pak John sambil terus menyelesaikan pembuatan sepatu di halaman samping Auditorium Bulungan.

Ya, ya... Tak seperti tujuh tahun lalu, di mana Pak John membuat dan menyelesaikan sepatu garapannya di rumahnya sendiri di Bogor, malam ini dia memanfaatkan emperan auditorium untuk bengkel kerjanya membuat sepatu. Lantaran itu, di hadapan Pak John tergelar beberapa sepatu yang sudah jadi dan bahan-bahan kulit.

"Cocok deh untuk mas," tawar Pak John seraya menyorongkan sepasang sepatu boot warna coklat.
"Mahal deh pastinya deh," kata saya.  
"Untuk seni dan keindahan nggak ada yang mahal deh, yang ada suka atau nggak suka deh," timpal John.
"Saya suka, Pak John. Tapi sedang banyak pengeluaran bulan ini."
"Soal duit nomor sepuluh, tapi ini karya seni, kulit asli dari Amerika, ini kulit bison, mas."
"You deh... untuk meyakinkan pembeli memang tiada duanya," kata saya.
Kami pun tergelak-gelak bersama.

Sungguh, pertemuan dengan Pak John malam tadi membuat saya tiba-tiba seperti mendapat penghiburan. Setelah "badai kenaikan BBM" lewat dengan meninggalkan jejak melambungnya harga-harga kebutuhan hidup, setelah hari-hari kita diisi oleh gosip dan berita korupsi, kehadiran Pak John sungguh menyegarkan. Dia sedemikian murni dan apa adanya. Tak ada kepura-puraan seperti para tersangka korupsi yang awalnya menyanggah dengan simbol-simbol keagamaan, juga tak ada kekonyolan seperti artis-artis yang sedang mencari popularitas dengan
membuat sensasi murahan.

***

Pak John, begitulah orang-orang memanggilnya. Usianya tak lagi muda, tapi penampilannya itu loh...funky abis. Rambut gondrong, sepatu boot, rompi, tas di punggung dan di pinggang, topi kulit, dan jangan lupa...di rambutnya juga ada dua helai bulu burung rajawali sebagai aksesoris. Begitulah biasanya tampilan Pak John tiap kali saya jumpai.

Asal tahu saja, semua yang dikenakan Pak John--kecuali baju, dan pakaian dalam--, semuanya terbuat dari kulit. Maklumlah, karena ia memang seniman kulit yang membuat berbagai bentuk sandangan yang terbuat dari kulit. Itulah sebabnya, Pak yang satu ini suka mendapat panggilan

Pak John Kulit. Ini sebetulnya untuk membedakan dengan Pak John satunya lagi, lelaki berusia di atas 70 yang juga funky dan gemar menyanyi, yang juga kerap ke Bulungan, dulu.

Karena impresi yang begitu dalam terhadap penampilan Pak John ini, musisi sekaligus penyanyi reggae Tony Q sampai membuat lagu berjudul "Oom Funky" buat Pak John.

Sama seperti Mbah Surip, saya mengenal Pak John juga di Bulungan, Jakarta Selatan. Untuk anda yang belum pernah ke Bulungan, tepatnya di Gelanggang Remaja Bulungan, bolehlah saya beri tahu.

Bulungan, menurut saya, adalah sebuah tempat di Jakarta yang masih "beradab". Tempat di mana orang-orang masih bisa bertegur sapa dengan tulus, berkarya dalam bidang olahraga dan kesenian secara total, dan tempat berdiskusi masalah apa saja dengan nyaman sembari minum teh poci.

Tentang almrahum Mbah Surip, Pak John bilang, sepatu dan tas punggung yang pernah dikenakan almarhum penyanyi berambut gimbal itu, adalah bikinannya. "Lagu 'Ta Gendong' itu idenya dari tas bikinan saya," kenang pak John atas sahabatnya yang telah marhum itu.

Kembali ke Pak John,...John Kulit.
Malam di tahun 2002, saat pertama kali berkenalan dengan beliau, saya langsung diserang rasa takjub.

Bayangkanlah saudara-saudara, sambil berkacak pingang ia bersuit-suit dengan kerasnya hingga membuat kaget seisi Warung Apresiasi yang malam itu sedang menampilkan sebuah kelompok musik.

Lalu, ia pun menyambung dengan kata-kata begini, "You oke deh ya...." sebagai isyarat pujian dari Pak John.

Setelah lama mengenal Pak John, saya jadi tahu. Betapa banyak ungkapan-ungkapan aneh dari dirinya. Kadang ia berteriak, "You ok deh." Saat lain, ia cuma berteriak, "You deh."

Tapi apapun yang diteriakan Pak John, orang-orang tetap suka kepadanya. Soalnya adalah, karena Pak John yang tiada pernah absen dari bau alkohol dari mulutnya itu, tak pernah berbuat reseh.

Ia datang larut malam, dengan tas di pundak yang penuh kulit yang telah disamak, teriak-teriak, suit-suit, pesan makan dan minum, ngobrol, lalu pergi. Begitu selalu jika ia datang ke Bulungan.

Ke mana perginya pada dini hari, tiada orang yang tahu. "Saya pergi ke mana saya mau pergi. Saya pergi bersama angin," katanya kepada saya suatu malam.

Kadang memang begitulah Pak John. Sok puitis. Saat yang lain, ia bicara agak filosofis. Katanya, warna merah itu sebetulnya terdiri dari 32 warna. Tapi tiap kali ditanya, warna apa saja. Beliau selalu berucap, cari saja sendiri.
"Ke mana nyarinya, Pak John," tanya saya."Cari saja sendiri. Saya aja nyarinya bertahun-tahun."

Setelah saya desak, makna di balik ucapannya itu, Pak John pun memberi isyarat bahwa penemuannya pada 36 warna itu ada kaitannya dengan pencarian diri.
"Luar biasa...Indah," Pak John berkata sendiri dan diakhiri dengan suitan panjang.
"Apanya yang luar biasa indah, Pak John?" celetuk saya.
"Warna merah...32 warna"
Setelah saya capek mengorek keterangan tentang 32 warna yang berujung pada kesia-siaan, saya pun bertanya kepada Tuhan. Wahai Tuhan, apa maksud Engkau mengirim orang macam

Pak John malam-malam begini ke hadapanku?
"Ini ada kaitannya dengan Tuhan...," katanya lagi.
Deg. Jantung saya terasa berhenti. Kiranya Pak John tahu apa yang saya pikirkan. Sakti juga dia, pikir saya.
"Ada kaitannya dengan cahaya," kata saya sekenanya.
"Aha...you ok deh ya, ha ha ha," sahut Pak John.

Wah, akhirnya nyambung juga. Saya pun makin bersemangat mengimbangi pengetahuannya tentang warna merah yang menjadi tema percakapan malam itu.
"Ada putih, ada biru, ada kuning..." kengawuran makin saya tingkatkan.
"Terserah you deh, ya... he he he..." Jawaban Pak John mementahkan kembali hipotesis saya.
"Butuh bertahun-tahun deh ya untuk mencari jawabannya, ha ha ha..." Pak John ngakak, uap alkohol menyengat hidung saya.
"Kasih tahu dong, Pak John," saya penasaran.
"Pingin tahu deh ya, ha ha ha..."
Ah, ketimbang pusing, saya pun ikutan tertawa keras-keras.
"Aha.., you deh," katanya.
"You juga deh," kata saya.
Ha ha ha....
* * *
Pernah berminggu-minggu saya tak jumpa dengan Pak John. Suatu malam, sedang asyik saya menonton Sutardji Calzoum Bachri menyanyi lagu blues di panggung Warung Apresiasi, medadak telinga saya menangkap suitan panjang.

Ah, seperti rajawali dia. Melengking dahulu sebelum sampai pada sasaran. Benar juga. Dari salah satu sudut, ia muncul, dan...
"Oke deh ya."

Untunglah Sutardji tak terganggu konsentrasinya. Ia terus melagukan puisi Chairil Anwar dalam irama blues.
Kalau sampai waktuku ’Ku mau tak seorang kan merayu. Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu. Aku ini
binatang jalang ...

Ini kali sepatu Pak John berwarna merah. Juga rompinya. Tapi malam itu ia tak bertopi, sehingga rambutnya yang keperakan berkilauan tersambar sinar lampu.

Setelah pertunjukan usai, saya pun mendekati beliau. Setelah bertukar kabar, ia pun berkata, "Saya tergetar oleh suara Tarji."

Pak John kemudian berlagak bak seorang analis seni sejati. Katanya, Sutarji itu seniman yang sudah matang. Sehingga, siapapun yang mendengar suaranya, niscaya akan tergetar.

"Dia sudah menjadi magnet. Dan kita ini adalah bijih-bijih pasir besi yang tersedot olehnya," ujar Pak John beranalisis.
"Perjuangannya pasti panjang dan melelahkan," sambung Pak John.
"Dia bukan jenis seniman karbitan," susul Pak John lagi.

Saya lega, sebab Pak John kali ini tak lagi menyiksa saya dengan persoalan warna merah. Ya, Pak John kian asyik dengan analisisnya tentang Sutarji.

"Pantas dia disebut Presiden Penyair Indonesia," ucap Pak John makin berbusa-busa.
"Ternyata dia bisa hidup tanpa bir," tambah Pak John. O ya, dulu, kala Sutarji masih muda, penyair ini selalu minum bir saat membaca puisi.

Karenanya, ia pun mendapat julukan "Penyair Bir" di samping julukan Presiden Penyair Indonesia. Seperti galibnya sebuah perbincangan lepas, selalu saja ada saat-saat jeda. Ketika kami diam dalam jeda itulah, mendadak Pak John bertanya kepada saya, "Sudah ketemu?"
Saya tergagap, tak tahu harus menjawab apa.
"Sudah ketemu?" Pak John mengulangi pertanyaannya.
"Ketemu apa," jawab saya.
"Ketemu yang indah itu..."
"Oh...sudah, sudah...," kata saya sekenanya.
"Seperti apa rupanya?" Sekarang Pak John giliran yang penasaran.
"Cantik, mulus, berbodi gitar, sensual, seksi,..."
"Stop, stop..., bukan itu."
"Maksud Pak John?"
"Itu..warna merah..."
"Iya, dia memakai baju merah. Bibirnya merah, pipinya juga bersemu merah, matanya merah..." belum sempat saya menyelesaikan khayalan saya yang ngawur tentang perempuan berbusana merah itu, Pak John terbahak-bahak. Barangkali ia merasa kena dikerjai, lalu ujarnya,
"Ha ha ha... you, deh ya..."

*****
Semenjak ia menyerahkan pesanan sepatu warna coklat muda kepada saya, tiada lagi saya jumpai ia di Bulungan. Mulanya saya khawatir, jangan-jangan angin malam menggerogoti paru-parunya hingga menyebabkan Pak John terkapar.

Tapi dari seorang kawan saya dapat kabar, si pemilik suitan elang itu sedang asyik cari makan di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

"Dia jualan sepatu di sana," begitu teman di Bulungan bilang. Beberapa kali sempat saya ke wilayah Senen, sambil mencari Pak John, tapi lelaki tua yang gaya itu tidak saya dapatkan.

Dan tiap kali saya singgah di Bulungan, saya masih berharap bisa ketemu Pak John. Wahai Oom Funky, tahukah anda, kangen benar saya dengan suitan panjangmu, dan cerita-cerita absurd yang boleh jadi kau pungut dari benua asing yang kau jumpai bersama uap alkohol.

Saya kepingin sekali lagi meyakinkan kepadamu Pak Tua bahwa saya telah beroleh rahasia di balik warna merah yang pernah kita diskusikan. Di luar itu, tentu saja saya kepingin mendengar kembali jargon-jargonmu.

Sampai pada Selasa malam kemarin, saya berjumpa kembali dengan Pak John yang "Ok deh ya!"

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

    Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

    Megapolitan
    Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

    Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

    Megapolitan
    Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

    Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

    Megapolitan
    Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

    Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

    Megapolitan
    Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

    Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

    Megapolitan
    Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

    Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

    Megapolitan
    Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

    Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

    Megapolitan
    Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

    Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

    Megapolitan
    Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

    Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

    Megapolitan
    Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

    Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

    Megapolitan
    Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

    Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

    Megapolitan
    Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

    Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

    Megapolitan
    Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

    Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

    Megapolitan
    Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

    Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

    Megapolitan
    Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari 'Beban Mental'

    Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari "Beban Mental"

    Megapolitan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com