Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebaran Sederhana bagi Kaum Pinggiran

Kompas.com - 08/08/2013, 11:23 WIB

KOMPAS.com
— Bukan Lebaran jika tak ada kumpul keluarga atau silaturahim dengan sanak famili dan tetangga setelah shalat Idul Fitri. Begitu secara umum orang memandang Lebaran. Namun, bagi sebagian orang, Lebaran harus dimaknai dan dijalani berbeda karena kesulitan menggapai Lebaran dalam pengertian umum tersebut.

Itulah yang dialami beberapa warga di Ibu Kota pada Lebaran tahun ini. Saat orang tenggelam dalam hiruk-pikuk mudik ke kampung halaman, mereka bahkan masih berjibaku mempertahankan hidup. Bagi mereka, Lebaran adalah kemewahan.

Andi Rusmana (49), pemulung, misalnya. Selasa (6/8/2013) siang itu, ia bersandar di pangkal pohon di pinggir Jalan Sudirman, Jakarta. Matanya memerah menahan kantuk. Tangan kirinya memegang erat karung yang terisi setengahnya dengan botol-botol bekas minuman.

Jangan pernah bertanya kepadanya, ke mana ia mudik dan di mana akan ber-Lebaran. Bagi Andi, mimpi merayakan Idul Fitri pun tidak. Bukan hanya karena penghasilannya sangat kecil dan hanya cukup memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

Namun, ia juga tak memiliki tempat mudik setelah istrinya meninggal lima tahun lalu dan anak semata wayangnya hilang. ”Saya hanya ingin mengunjungi makam istri,” kata Andi.

Pria kelahiran Cicaheum, Bandung, Jawa Barat, itu pernah punya keluarga di Garut, kabupaten sebelah timur Bandung. Itu sebelum istrinya, Munawaroh, meninggal lima tahun lalu saat melahirkan anak mereka, Riyan Andi (5).

Setelah istrinya meninggal, ia mengadu nasib dengan membawa anak semata wayangnya ke Jakarta. Kehidupan keras Ibu Kota memaksa Andi bekerja apa saja demi menghidupi diri dan anaknya. Dia pernah mengemis di Jalan Gajah Mada bersama anaknya selama 2,5 tahun.

Saat mengemis itu, Riyan hilang ketika berbaur dengan anak-anak seumurannya. ”Saya sudah lapor ke sana-kemari, tetapi anak saya tetap tidak ditemukan. Sampai sekarang saya masih tetap mencari, tetapi mungkin dijual bos pengemis, entah ke mana,” tutur Andi.

Sejak itu hingga saat ini, Andi hidup sebatang kara. Ia lalu berberhenti mengemis dan pindah haluan menjadi pemulung. Dalam sehari, ia mendapat uang Rp 15.000 dan Rp 20.000 dari hasil menjual barang-barang bekas yang dipulungnya.

Lelaki paruh baya itu tinggal di sebuah lapak di daerah Gondangdia, tak jauh dari tempat penampungan barang-barang bekas. Di lapak itu pula ”tempat mudik” Andi pada Lebaran ini. Dua bulan terakhir, Andi berusaha keras menyisihkan uang.

Tidak untuk memanjakan lidahnya dengan ketupat dan opor ayam, tetapi untuk ongkos mengunjungi makam istrinya di Garut. Bagi Andi, mudik dan Lebaran hanyalah ziarah ke makam istrinya.

Suryanto (43), tukang ojek di Terminal 1B Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, tidak begitu menderita seperti Andi. Ia masih punya istri dan empat anak perempuan. Namun, ia tak bisa mudik dan ber-Lebaran ke rumah orangtuanya di Banyumas, Jawa Tengah.

”Saya masih mengumpulkan uang untuk mudik. Uang yang ada masih kurang,” ujar Suryanto. Sebelum tahun ini, ia tak pernah absen mudik ke Banyumas saat Lebaran.

Namun, rutinitas tahunan itu kali ini terhenti. Uang tabungannya belum cukup untuk mudik. Uangnya seperti cepat menguap dari tabungan seiring melonjaknya beragam ongkos kebutuhan hidup, terutama harga bahan pokok, premium, dan juga mahalnya tiket bus.

”Semua serba mahal sekarang. Uang sudah terkuras untuk keperluan sehari-hari. Nyicil motor, biaya sekolah anak-anak. Kalau nanti hasil ngojek masih kurang untuk mudik, paling saya dan istri saja yang mudik, anak-anak tinggal di rumah,” kata Suryanto, yang sudah delapan tahun jadi tukang ojek itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Nasional
Para 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Para "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Nasional
Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Nasional
Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Nasional
Wacana Kabinet Gemuk: Kemunduran Reformasi Birokrasi?

Wacana Kabinet Gemuk: Kemunduran Reformasi Birokrasi?

Nasional
Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Nasional
Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup 'Jetset'

[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup "Jetset"

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan 'Checks and Balances'

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan "Checks and Balances"

Nasional
Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Nasional
Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Nasional
5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

Nasional
Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com