Ratusan pelajar yang merupakan anak dari warga sekitar menutut ilmu di sekolah berukuran kecil tersebut. Bagian dalam ruangan nampak sederhana. Batu bata dari tembok ruangan nampak mencolok karena tidak dilapisi cat atau pun diplester.
Lantai ruangan kelas juga tak beralaskan kramik, hanya lantai yang dicor biasa. Hanya tembok depan dan sisi kiri bangunan yang dicat berwarna hijau. Namun suara riuh para pelajar bisa terngar jelas.
Di atas meja, terlihat buku dan alat tulis lengkap yang dibawa para pelajar tersebut. Mereka tampak ceria mengikuti kegiatan belajar mengajar, kendati di sekelilingnya, para pekerja dan Satpol PP tengah menumbuk tembok-tembok rumah warga yang hendak dirubuhkan.
Sekolah ini dibangun bagi warga tak mampu dengan biaya SPP yang terjangkau. Namun, keberadaannya menjadi terancam di tengah pembongkaran terhadap pemukiman warga terkait program normalisasi Waduk Ria Rio oleh Pemprov DKI Jakarta. Pelajar dan guru di sana pun resah. Mereka takut kalau saja bangunan sekolah tersebut termasuk yang ikut dibongkar.
"Orangtua pada resah, termasuk saya juga resah. Gimana keputusannya, anak-anak kalau pindah sekarang enggak mungkin akan diterima di sekolah lain," kata Elizar, guru yang merangkap kepala sekolah swasta tersebut, kepada Kompas.com, Sabtu (26/10/2013).
Elizar mengatakan, ada 101 pelajar yang masih bersekolah di sana. 19 pelajar lain sudah ikut pindah sejak relokasi di lakukan terhadap sebagian warga Ria Rio pada September lalu. SD tersebut melayani jenjang pendidikan dari mulai tingkat taman kanak-kanak hingga kelas V SD. Dua ruangan itu dipakai para pelajar dengan tiga waktu KBM, secara bergantian.
"Mulai jam 7 sampai jam 3 sore dibagi tiga kelas bergantian. Di sini sekolah buat orangtua yang anaknya tidak mampu," ujar Elizar.
Per bulan, lanjutnya, SPP yang dibayarkan di sana Rp 20.000. Ada tiga orang guru yang mengajar di sana, termasuk dirinya. Para pelajarnya merupakan anak dari warga sekitar di pemukiman Ria Rio. Jenjang pendidikannya hanya sampai kelas V SD.
"Karena di sini belum bisa ada ijazah. Kalau ngejar paket tunggunya lama, jadi anak-anak kalau sudah sampai kelas V itu pindah ke sekolah lain," katanya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan