Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Kanal Timur Jadi Arena Layang-Layang

Kompas.com - 04/08/2014, 02:33 WIB

Ku ambil buluh sebatang. Ku potong sama panjang. Ku raut dan ku timbang dengan benang. Ku jadikan layang-layang...”

KOMPAS.com - Tentu lagu ”Layang-Layang” itu terdengar usang di tengah kota Jakarta karena nyaris tak ada lagi anak-anak di kota ini yang membuat mainan dari alam sekitar. Namun, tak demikian permainan layang-layang. Permainan menerbangkan kertas tipis yang dibentuk dengan rangka buluh atau bambu ini masih memperoleh tempat yang luas di hati kita.

Ketika matahari condong ke barat, itulah saatnya anak-anak hingga orang dewasa memenuhi sebagian jalur sepeda Kanal Timur, Jakarta Timur, untuk menerbangkan layang-layang.

”Tok, sini Tok. Ngadu Tok,” ujar Renaldi (13), siswa kelas VI SD, seraya berteriak kepada temannya, Antok, yang berdiri di seberang bibir Kanal Banjir Timur.

Musim kemarau sekarang ini memang masih kerap diguyur hujan, tetapi angin yang berembus juga cukup kencang. Kondisi angin ini cocok untuk menerbangkan layang-layang. ”Sudah dari sebelum bulan puasa, anginnya bagus untuk layang-layang,” kata Renaldi.

Entah siapa yang mendahului, sudah 2 bulan ini Kanal Timur ramai orang bermain layangan. Sejak itu pula Renaldi ikut menerbangkan layangan di sana. Tujuannya tak hanya untuk mengadu layangan, tetapi juga melatih tangannya mengendalikan layangan untuk bergerak ke samping, ke atas, ataupun gerakan untuk memutus tali senar layangan lawan.

Renaldi tak sendiri. Ayahnya, Toni (37), juga ikut bermain. Toni antusias menerbangkan layangan. ”Main layangan tuh menyenangkan, bisa lepas lelah setelah kerja,” kata Toni yang bekerja sebagai buruh bangunan ini.

Bahkan, Toni mengatakan, kerap mengadu layangan dengan karyawan yang baru pulang dari kantor. ”Puasa kemarin, banyak orang pulang kerja, mampir dulu main layangan di Kanal Timur. Sering kami adu layangan dengan mereka,” katanya.

Kesenangan Toni bermain layangan saat ini seperti menemui jawaban kerinduannya pada layangan. Sebab, sudah tak mudah menerbangkan layangan di tengah kota Jakarta yang padat penduduk.

Bagi yang belum pandai menerbangkan layangan tak jarang harus pasrah layangannya jatuh ke tengah aliran Kanal Timur. Eki (8), salah satunya, dengan wajah kesal terus berusaha menarik layangan yang sudah basah sebagian karena terjatuh di pinggir kanal.

Dengan sabar pula siswa kelas II SD ini menarik layangan itu dari dahan-dahan semak yang membuat layangannya tersangkut. Berhasil menarik layangannya yang sudah basah dan terkoyak sebagian, Eki tetap bersemangat kembali menerbangkannya.

Padahal, saat membeli layangan, Eki mengaku, hampir setiap hari membeli layangan karena kalah mengadu layangan. ”Setiap hari beli layangan. Sering kalah ngadu,” ujarnya.

Harga layangan ini tak mahal, hanya Rp 1.000 per lembar. Tali galasan untuk menerbangkan layangan, ada yang dijual seharga Rp 2.500 per gulung hingga Rp 5.000 per gulung.

Yani (50), salah seorang penjual layangan mengaku, peminat layangan tak pernah surut. Sejak 2 bulan terakhir menjual layangan di Kanal Timur, sehari Yani bisa menjual 200 lembar layangan atau sekitar Rp 200.000 pasti dibawa pulang setiap hari. (MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Ibu di Tangsel Lecehkan Anaknya, Keluarga Suami Mengaku Dapat Ancaman

Kasus Ibu di Tangsel Lecehkan Anaknya, Keluarga Suami Mengaku Dapat Ancaman

Megapolitan
Sepakat Damai, Eks Warga Kampung Bayam Bersedia Direlokasi ke Rusun Nagrak

Sepakat Damai, Eks Warga Kampung Bayam Bersedia Direlokasi ke Rusun Nagrak

Megapolitan
Tiga Pemuda Jadi Tersangka Pembacokan Polisi di Kembangan

Tiga Pemuda Jadi Tersangka Pembacokan Polisi di Kembangan

Megapolitan
Jadwal Konser Musik Jakarta Fair 2024

Jadwal Konser Musik Jakarta Fair 2024

Megapolitan
Puluhan Warga di Bogor Diduga Keracunan, 1 Orang Meninggal Dunia

Puluhan Warga di Bogor Diduga Keracunan, 1 Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pemalsu Dollar AS, Satu Pelaku WNA

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pemalsu Dollar AS, Satu Pelaku WNA

Megapolitan
Deklarasi Jadi Cawalkot Depok, Supian Suri Ingin Berikan Kebijakan yang Baik untuk Warga

Deklarasi Jadi Cawalkot Depok, Supian Suri Ingin Berikan Kebijakan yang Baik untuk Warga

Megapolitan
Mediasi Berhasil, Eks Warga Kampung Bayam dan Jakpro Sepakat Berdamai

Mediasi Berhasil, Eks Warga Kampung Bayam dan Jakpro Sepakat Berdamai

Megapolitan
Polisi Minta Video Ibu Cabuli Anak Tak Disebar Lagi, Penyebar Bisa Kena UU ITE

Polisi Minta Video Ibu Cabuli Anak Tak Disebar Lagi, Penyebar Bisa Kena UU ITE

Megapolitan
Kronologi Polisi Dibacok Saat Bubarkan Remaja yang Hendak Tawuran

Kronologi Polisi Dibacok Saat Bubarkan Remaja yang Hendak Tawuran

Megapolitan
Panitia HUT Ke-79 RI Siapkan 2 Skenario, Heru Budi: Di Jakarta dan IKN

Panitia HUT Ke-79 RI Siapkan 2 Skenario, Heru Budi: Di Jakarta dan IKN

Megapolitan
Berkenalan Lewat Aplikasi Kencan, Seorang Wanita di Jaksel Jadi Korban Penipuan Rp 107 Juta

Berkenalan Lewat Aplikasi Kencan, Seorang Wanita di Jaksel Jadi Korban Penipuan Rp 107 Juta

Megapolitan
Deklarasi Maju Sebagai Cawalkot, Supian Suri Cuti dari Sekda Depok

Deklarasi Maju Sebagai Cawalkot, Supian Suri Cuti dari Sekda Depok

Megapolitan
Kondisi Terkini Anak Korban Pencabulan Ibu Kandung, Biddokkes Polda Metro: Psikologis Nampaknya Normal

Kondisi Terkini Anak Korban Pencabulan Ibu Kandung, Biddokkes Polda Metro: Psikologis Nampaknya Normal

Megapolitan
Bubarkan Remaja Tawuran, Polisi Malah Kena Bacok di Kembangan

Bubarkan Remaja Tawuran, Polisi Malah Kena Bacok di Kembangan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com