Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran dari Pengunjuk Rasa Tak Berizin...

Kompas.com - 02/12/2015, 09:11 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa unjuk rasa sekaligus peringatan Papua Merdeka dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (1/12/2015) diminta untuk dijadikan peringatan bagi para pengunjuk rasa lainnya.

Terlebih bagi massa yang tak memiliki izin dari kepolisian untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan, polisi sudah semaksimal mungkin memberikan kelonggaran terhadap massa AMP saat berunjuk rasa.

Namun, aksi tanpa izin tersebut berujung bentrok saat dibubarkan secara paksa.

"Sebenarnya Polda Metro Jaya mau memberikan pelajaran agar taat terkait unjuk rasa, apalagi tanpa izin," kata Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Selasa.

Dalam aksinya, massa AMP dianggap tak memiliki izin. Polisi merasa tak menerima surat pemberitahuan yang dikirimkan AMP lewat faksimile.

"Ada versi mereka sudah mengirim faks. Tapi terimanya ke siapa. Dalam Undang-undang harus ada yang memberitahu dan tanda terima. Mulai dari siapa penanggungjawab dan korlapnya. Sedangkan massa ini tidak," jelas Iqbal.

Untuk menghindari bentrokan saat awal unjuk rasa, polisi berusaha melonggarkan izin. Massa diperbolehkan berunjuk rasa sampai batas waktu yang ditentukan.

Massa terbagi dua

Massa AMP dalam aksi unjuk rasa di sekitaran Bundaran HI terbagai menjadi dua.

Satu kelompok berada di Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di depan Menara BCA, Jakarta Pusat. Satu kelompok lagi berada di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.

Dua kelompok itu hendak menuju dan berdemo di Bundaran HI. Namun, kedua kelompok itu ditahan oleh polisi.

"Tidak boleh berunjuk rasa di Bundaran HI. Hari biasa saja sudah macet, ditambah lagi ada aksi unjuk rasa. Itu pasti mengganggu kepentingan umum," ujar Iqbal.

Polisi bernegosiasi dengan dua kelompok dari AMP tersebut untuk dicarikan mobil dan berunjuk rasa di depan Gedung DPR/RI atau silang Monas.

Massa tak menggubris, dan tetap berdiam diri di tempatnya. Akhirnya polisi memberikan peringatan kepada massa untuk membubarkan diri.

Namun, salah satu kelompok, tepatnya yang berada di depan Menara BCA, ricuh.

"Belum tiga kali peringatan, massa di depan menara BCA maju dan ada pelemparan batu. Mereka maju dan jalan ke HI," jelas Iqbal.

Polisi berusaha menahan dan terjadi bentrok. Gas air mata pun ditembakkan ke massa. Ratusan orang diamankan dan diangkut ke Mapolda Metro Jaya selepas bentrokan tersebut.

"Polisi jelas memiliki kewenangan untuk membubarkan," ujar Iqbal.

Sementara itu, massa AMP yang berada di Jalan Diponegoro akhirnya membubarkan diri dan meminta diantarkn ke Polda Metro Jaya untuk bertemu dengan temannya.

Setelah bentrokan antara polisi dan massa AMP di depan Menara BCA, tak satu pun orang ditahan. Polisi hanya mendata dan memberikan pelajaran bagi pengunjuk rasa untuk tidak berbuat aksi seperti itu kembali.

Pengeroyokan

Sementara itu, polisi menetapkan dua tersangka terkait pengeroyokan anggota polisi di Polsek Kelapa Dua, Tangerang, Selasa (1/12/2015).

Pengeroyokan polisi dilakukan oleh mahasiswa yang hendak ikut unjuk rasa Papua Merdeka di Bundaran HI.

"Sejauh ini sudah dua yang kami tetapkan sebagai tersangka," kata Kasubdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Eko Hadi Santoso di Jakarta, Selasa.

Penetapan dua orang tersebut berdasar dua alat bukti yakni visum dan laporan korban, salah satunya Kanit Intel Polsek Kelapa Dua Iptu Habib.

Habib mengaku pada polisi kedua tersangka tiba-tiba menyerang saat hendak dimintai kartu identitas.

Selain itu, polisi juga bertanya tujuan keramaian pergi menggunakan dua mobil angkutan umum.

"Polisi kan memiliki kewenangan memeriksa identitas, menanyai, meminta keterangan. Tiba-tiba saat itu dipukul," kata Eko.

Namun, berdasar jaminan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kedua tersangka tersebut tak ditahan polisi.

Kompas TV Unjuk Rasa Papua Merdeka Berlangsung Ricuh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Megapolitan
BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

Megapolitan
Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Megapolitan
Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Megapolitan
KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

Megapolitan
BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

Megapolitan
Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Megapolitan
Bus Transjakarta Bisa Dilacak 'Real Time' di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Bus Transjakarta Bisa Dilacak "Real Time" di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Megapolitan
Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Megapolitan
Fakta Penutupan Paksa Restoran di Kebon Jeruk, Mengganggu Warga karena Berisik dan Izin Sewa Sudah Habis

Fakta Penutupan Paksa Restoran di Kebon Jeruk, Mengganggu Warga karena Berisik dan Izin Sewa Sudah Habis

Megapolitan
KPAI Minta Hukuman Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar Diperberat

KPAI Minta Hukuman Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar Diperberat

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Megapolitan
Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim 'Selamatkan' 830.000 Jiwa

Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim "Selamatkan" 830.000 Jiwa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com