Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/04/2016, 14:53 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Ojek, ojek, ojek," teriak Risa alias Bonet (42), seorang pengemudi ojek yang mangkal di Stasiun Sudirman, Jakarta.

Siang itu, tampak keringat menetes di dahi Bonet. Meskipun demikian, Bonet tampak tetap semangat menunggu para komuter yang baru keluar dari Stasiun Sudirman. 

Sudah dua tahun ini Bonet mangkal di Stasiun Sudirman. Dari belasan ojek yang ada di sana, hanya Bonet yang merupakan pengemudi perempuan.

Ia mengaku tak khawatir ataupun takut untuk mengantarkan penumpang ke mana pun dengan motor matic-nya.

"Kalau ojek sih baru dua tahun, sebelumnya saya kernet Manggarai-Blok M (Kopaja 66), jadi tukang parkir juga pernah," kata Bonet kepada Kompas.com, Kamis (21/4/2016).

Bermacam profesi ini dijalani Bonet sejak berpisah dengan suaminya pada 2008 silam.

Sejak saat itu, Bonet seorang diri menafkahi dan mengurus empat anaknya.

"Tahun 2008, saya kabur dari suami saya, tinggal di Manggarai, semua kerjaan saya coba supaya anak-anak bisa makan," tuturnya.

Bonet pun harus "putar otak" ketika 2010, anaknya yang bungsu diamputasi akibat kecelakaan kereta.

Ia yang tadinya bekerja menjadi seorang juru parkir itu kemudian memilih menjadi kernet, yang dinilainya lebih menguntungkan.

Saat ini, ia pun merasa lebih nyaman menjadi sopir ojek pangkalan. "Enakan begini, kerja sendiri enggak pakai dimarah-marahi orang," ujarnya.

Berjarak sekitar 10 meter dari tempat mangkal Bonet, di salah satu loket di dalam Stasiun Sudirman, ada pula Rita Sari (29), petugas PT KAI Commuter Jabodetabek.

Nibras Nada Nailufar Rita Sari (29), petugas PT KCJ, mengenakan kebaya di Hari Kartini, Kamis (21/4/2016).

Pada Hari Kartini ini, Rita Sari diminta mengenakan kebaya oleh kantornya. Ia pun menceritakan pengalamannya selama empat tahun terakhir melayani para penumpang kereta.

"Ya awal-awalnya capek karena kerjanya repot kan, kita enggak bisa salah, harus siap menjawab juga orang-orang yang tanya," kata Rita.

Kendati demikian, seiring dengan perbaikan pelayanan PT KAI, Rita merasa pekerjaannya menjadi lebih ringan.

Rita yang setiap harinya bekerja dari pukul 05.00 hingga pukul 13.00 itu mengaku senang melihat para pengguna jasa kereta yang terus bertambah.

"Iya makin banyak penumpang kereta sekarang, apalagi yang perempuan sekarang, wanita karier, pada mengandalkan kereta," katanya.

Selain ojek dan kereta, ada pula bus transjakarta yang menjadi andalan warga Jakarta.

Setahun setelah diluncurkan, tepatnya pada Hari Kartini tahun 2005, PT Transjakarta mulai mempekerjakan pengemudi dan petugas perempuan.

Isndari (31) adalah salah satu perempuan yang bergabung kala itu. Menjadi petugas bus transjakarta dilakukan Isndari untuk menghidupi dua anaknya yang masih kecil.

Nibras Nada Nailufar Isndari (31), petugas Transjakarta Koridor 1 Blok M - Kota saat sedang bekerja, Kamis (21/4/2016).

Ia biasa berangkat pukul 03.30 dari rumah dan baru pulang sore hari pada jam yang tak menentu.

"Anak kan saya titipin tetangga depan rumah. Kadang anak saya yang kecil suka protes kalau saya pulang terlambat, tetapi ya saya kasih pengertian kalau kerja di transportasi kan enggak tentu jamnya," ujar Isndari.

Selama 10 tahun menjadi petugas transjakarta, Isndari menyaksikan berbagai masalah yang sering dihadapi perempuan di transportasi umum, salah satunya pelecehan.

Ia pun memiliki cara untuk mencegah hal ini terjadi. "Saya enggak mau sampai ada pelecehan di bus yang saya jaga. Makanya, saya selalu imbau laki-laki tolong geser ke belakang supaya enggak nyampur," ujarnya.

Ketika ditanya apakah ia pernah marah atau mengamuk kepada penumpang, Isndari menjawab, "Ya enggak galak, tetapi tegas," sambil tertawa.

Sementara itu, di bangku pengemudi, ada Riska (35), yang dengan luwesnya menyopir bus gandeng Scania.

Riska telah bekerja sebagai pengemudi transjakarta sejak 2010. Ia yang sebelumnya bekerja sebagai petugas customer service itu sempat ditentang keluarganya ketika memutuskan untuk jadi pengemudi.

"Suami saya kaget pas saya daftar lowongan ini, dia bilang, 'Mah, kok jadi kerja begini sih?' khawatir dia, apalagi saya bawanya bus gandeng kan," kenang Riska.

Tergiur oleh upah yang lebih baik, Riska pun kala itu nekat mendaftarkan diri kemudian dilatih sebagai pengemudi bus sampai ia memperoleh SIM dan bisa bekerja.

Nibras Nada Nailufar Riska (35), seorang pramudi Transjakarta Koridor 1 Blok M -Kota, saat sedang bekerja, Kamis (21/4/2016).

Riska pun merasa pekerjaannya cukup menyenangkan. Meskipun hanya berputar di rute yang itu-itu saja, Riska tak pernah bosan ketika melihat ulah jahil sejumlah pengguna jalan.

"Kadang ya ada begitu yang ngeliatin, senyumin, agak ngegoda, mungkin karena saya sopir perempuan kali ya," kata Riska.

Baik Bonet, Rita, Isndari, maupun Riska, merupakan potret perempuan-perempuan tangguh Ibu Kota.

Mereka tak peduli akan pandangan masyarakat umum mengenai perempuan yang cenderung dianggap hanya mengurusi urusan domestik. 

Bedanya dengan Kartini, mereka mengabdikan dirinya di bidang transportasi Jakarta.

Meskipun demikian, baik Bonet, Rita, maupun Isndari sama-sama berkeinginan untuk memperoleh kehidupan lebih baik, yang sejiwa dengan Kartini.

Kompas TV Ini Dia Komunitas Perempuan Berkain KG
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Vandalisme Penempelan Stiker Caleg Diduga Banyak Terjadi di Bus TransJakarta

Vandalisme Penempelan Stiker Caleg Diduga Banyak Terjadi di Bus TransJakarta

Megapolitan
IPW Minta Polda Metro Percepat Proses Penyidikan Kasus Dugaan Pemerasan SYL

IPW Minta Polda Metro Percepat Proses Penyidikan Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Megapolitan
AHY: Lebih Sulit Jadi Wakil Rakyat yang Adil Dibandingkan yang Cerdas

AHY: Lebih Sulit Jadi Wakil Rakyat yang Adil Dibandingkan yang Cerdas

Megapolitan
KPU DKI: Pendaftaran KPPS Pemilu 2024 Dibuka 11 Desember, Butuh 215.362 Orang

KPU DKI: Pendaftaran KPPS Pemilu 2024 Dibuka 11 Desember, Butuh 215.362 Orang

Megapolitan
AHY Bahas Urusan Perut dan Lapangan Kerja Saat Kunjungi Santri di Depok

AHY Bahas Urusan Perut dan Lapangan Kerja Saat Kunjungi Santri di Depok

Megapolitan
Saat Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Menangis Dengar Pembelaan

Saat Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Menangis Dengar Pembelaan

Megapolitan
Berupaya Atasi Kenaikan Harga Cabai, Mendag Zulhas: Akan Berpengaruh Terhadap Inflasi

Berupaya Atasi Kenaikan Harga Cabai, Mendag Zulhas: Akan Berpengaruh Terhadap Inflasi

Megapolitan
Bawaslu DKI Akan Surati DPRD Terkait Kekurangan Ruang Gakumdu di Tingkat Kota

Bawaslu DKI Akan Surati DPRD Terkait Kekurangan Ruang Gakumdu di Tingkat Kota

Megapolitan
Dokter Ungkap Ada Peningkatan Kasus Pneumonia pada Anak di RSUP Persahabatan

Dokter Ungkap Ada Peningkatan Kasus Pneumonia pada Anak di RSUP Persahabatan

Megapolitan
Eks Petugas KPPS: Kalau Bisa Pemilu 2024 Jangan Serentak, Kasihan Petugas...

Eks Petugas KPPS: Kalau Bisa Pemilu 2024 Jangan Serentak, Kasihan Petugas...

Megapolitan
Korban Berharap Rihana-Rihani Divonis Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa

Korban Berharap Rihana-Rihani Divonis Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa

Megapolitan
Gelap Mata Suami yang Bakar Istri Hidup-hidup karena Cemburu Buta, lalu Kabur ke Rumah Tetangga

Gelap Mata Suami yang Bakar Istri Hidup-hidup karena Cemburu Buta, lalu Kabur ke Rumah Tetangga

Megapolitan
Tanggapi Pleidoi 3 Oknum TNI Pembunuh Imam Masykur, Oditur Militer Teguh Tuntut Hukuman Mati

Tanggapi Pleidoi 3 Oknum TNI Pembunuh Imam Masykur, Oditur Militer Teguh Tuntut Hukuman Mati

Megapolitan
Vandalisme di Bus Transjakarta, Bangku Penumpang Ditempeli Stiker Caleg

Vandalisme di Bus Transjakarta, Bangku Penumpang Ditempeli Stiker Caleg

Megapolitan
Kagetnya Mendag Zulhas Usai Tahu Harga Cabai di Pasar Johar Baru Rp 120.000, Minta Pemda Subsidi Ongkos Angkut

Kagetnya Mendag Zulhas Usai Tahu Harga Cabai di Pasar Johar Baru Rp 120.000, Minta Pemda Subsidi Ongkos Angkut

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com