KOMPAS.com — Nana tampak tergopoh-gopoh saat memasuki Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, awal Mei lalu.
Tangan kirinya tampak menenteng dua plastik besar berisi puluhan boneka. Tangan kanannya membawa satu tas besar berisi kursi roda.
Sementara itu, di punggungnya tampak sebuah tas yang ia bawa bersama dengan barang-barang di kedua tangannya itu.
Sambil tersenyum, Nana menyapa Ida Widyaningsih (40), yang berada di depan ruang perawatan anak (BCh) RSCM.
Ida yang tengah menggendong anaknya, Nagita, langsung menyapa balik. Nana menanyakan kondisi Nagita yang tampak segar dan sehat hari itu.
"Alhamdulillah, ini sudah mulai kempis perutnya, tidak besar lagi. Ini sudah kemoterapi beberapa kali," jawab Ida.
Kepada Nana, Ida memperlihatkan foto kondisi Nagita sebelum menjalani pengobatan.
Dalam foto itu, perut Nagita tampak besar dan kondisinya memprihatinkan. Namun, kini Nagita tampak sehat.
Perutnya tak lagi besar seperti beberapa bulan lalu. Nana dan Ida pun saling melempar senyum.
Sesekali Ida menyeka air mata di balik kacamatanya karena tak mampu menahan haru saat berbincang dengan Nana.
Nana bukanlah dokter. Ia adalah co-founder dari Yayasan Taufan, sebuah komunitas yang peduli terhadap anak-anak penderita kanker dan penyakit berisiko tinggi lainnya.
Hari itu, Selasa (10/5/2016), perempuan bernama lengkap Adriana tersebut bersama tiga relawan lain dari Yayasan Taufan, yakni Dina Pertiwi, Iradah Jayanti, dan Fitri, mengunjungi beberapa pasien anak di RSCM.
Kunjungan Nana dan rekannya itu merupakan bagian dari support visit, salah satu program Yayasan Taufan, yang dilakukan dua kali dalam sepekan.
Program ini bertujuan memberikan dukungan moril dan materiil kepada pasien, termasuk Nagita, bayi delapan bulan yang menderita tumor sejak usia empat bulan.
"Kami support moril. Apa kesusahannya, kami update lagi dalam proses apa," kata Nana.