JAKARTA, KOMPAS — Pendataan aset daerah, terutama lahan, yang tidak kontinu membuat konflik lahan sering kali terjadi. Lahan yang sebenarnya telah menjadi milik pemerintah tidak tercatat dengan baik sehingga potensi konflik lahan dan penggelapan terus terjadi.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) berupaya mempercepat pengungkapan rekayasa kepemilikan lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kawasan Permata Hijau. Kasus ini diharapkan dapat diajukan ke persidangan dalam waktu sebulan ke depan.
Kepala Kejari Jaksel Sarjono Turin mengatakan, saat ini Kejari Jaksel masih terus mengumpulkan bukti-bukti terhadap dua tersangka. Keduanya adalah MI, warga yang mengajukan pembuatan sertifikat, dan AS, pegawai negeri sipil di Kantor Pertanahan Jaksel.
"Setelah bukti cukup, kami ajukan ke pengadilan," katanya, Kamis (4/8).
Sarjono menyatakan, tak menutup kemungkinan adanya pejabat Kantor Pertanahan Jaksel menjadi tersangka terkait dengan kasus ini. Penyelidikan kasus pun masih terus dikembangkan.
Diyakini kejahatan ini merupakan kejahatan terstruktur dan sistemik yang dilakukan secara berjaringan, tidak saja oleh MI dan AS. Kejari Jaksel juga mengincar pedagang tanah yang diduga memodali rekayasa penerbitan sertifikat itu. "Orang ini pemain tanah. Namun, kami belum menemukan benang merah penghubungnya," katanya.
Celah masuk
Menurut Sarjono, banyaknya aset DKI Jakarta yang belum didata menjadi celah bagi jaringan penjualan tanah untuk beraksi. Ia mengatakan, praktik ini sangat berbahaya apabila tidak segera diungkap.
Saat ini sudah beberapa aset Pemprov DKI Jakarta yang telah hilang kepemilikannya karena praktik jaringan rekayasa kepemilikan dan penjualan lahan milik DKI Jakarta itu.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono, kemarin, menyebutkan, pendataan ulang aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini belum selesai. Kekusutan data warisan sejak 1971 ini membuat proses verifikasi aset menjadi tidak mudah.
"Separuh dari sekitar 700 SKPD/UKPD (satuan dan unit kerja perangkat daerah) telah menyelesaikan verifikasi. Datanya sebagian telah kami publikasi di peta aset di kolom BPKAD di smartcity.jakarta.go.id. Aset yang belum rampung dicek umumnya dikelola dinas bina marga, tata air, dan pendidikan," kata Heru.
Menurut Heru, selain waktu yang relatif lama, verifikasi menyita tenaga karena petugas harus mengecek dokumen, lapangan, dan mengonfirmasi ke pihak terkait. Perubahan metode pencatatan serta ketidakrapian data warisan menjadi kendala lain. Namun, pendataan ulang diharapkan rampung tahun depan.
Kacau dan tersebar
Ketua Panitia Khusus Aset DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menambahkan, pendataan ulang aset jadi tak mudah karena di lapangan sebagian aset dikuasai pihak lain. "Ada data dan diklaim sebagai aset daerah, tetapi di lapangan diduduki orang lain. Ada pula yang diklaim aset, tetapi dokumennya tak cukup kuat," ujarnya.
Dewan menilai, pengelolaan aset Pemprov DKI belum optimal. Perubahan kebijakan terkait dengan pengelolaan aset dalam tiga periode, yakni kurun tahun 1971-1981, lalu 1981-1990, dan 1990-sekarang, membuat tidak seluruh aset tercatat. Jumlah aset yang tercatat juga dinilai sangat jauh lebih rendah dari potensinya.
Di Jakarta Utara, ada 75 lokasi aset lahan yang tersebar di enam kecamatan dan puluhan kelurahan. Aset ini telah masuk dalam kartu Inventaris Barang dan terdata di Badan Pengelolaan Aset Daerah.
Kepala Bagian Keuangan Kota Jakarta Utara Tita Lindawati menuturkan, pendataan ulang sedang dilakukan di tingkat kecamatan dan kelurahan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kondisi aset pemerintah di lapangan, apakah tetap kosong ataukah dikuasai pihak lain.
Salah satu lahan yang menjadi polemik berkepanjangan di wilayah Jakarta Utara adalah lahan Taman BMW di Tanjung Priok. Lahan ini bergulir lama di pengadilan karena adanya gugatan terkait dengan sebagian lahan.
(IRE/JAL/MKN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2016, di halaman 27 dengan judul "Aset DKI Rawan Digelapkan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.