Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jalu Priambodo

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian INSTRAT.

Mengapa Koalisi Pimpinan PDIP Dapat Mengalahkan Ahok?

Kompas.com - 11/08/2016, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Angka ini memang cukup kecil, namun bisa dimaklumi karena ketika itu belum ada calon selain Ahok yang resmi didukung PDIP.

Pada masa pemungutan suara, perpindahan suara ini bisa saja mencapai 20% karena PDIP memiliki pemilih terafiliasi yang paling besar dibandingkan partai lain.

Selain itu ada faktor lain menyangkut koalisi PDIP yang kami nilai dapat berpengaruh terhadap suara Ahok. Faktor ini di luar faktor pemilih loyal yang juga dapat menggoyang Ahok dari singgasananya sebagai pemuncak elektabilitas hasil survei.

Berikut beberapa faktor tersebut:

Pertama, faktor Jokowi. Tak bisa dipungkiri bahwa Ahok dapat terpilih lebih karena faktor Jokowi. Harus diingat bahwa Ahok sendiri meski berstatus petahana namun tidak mendapatkan jabatan melalui pemilihan langsung.

Ketika PDIP memilih kandidat lain, maka kita bisa berharap PDIP akan menggunakan pengaruhnya untuk menekan Jokowi agar tidak memberi dukungan politik kepada Ahok.

Kedua, klaim nasionalisme versus primordialisme. Tak dapat dipungkiri, isu primordialisme masih memiliki pengaruhnya di Pilkada DKI Jakarta.

Kami mendapatkan bahwa di antara pemilih, ada sekitar 48% yang mempertimbangkan agama, 10% yang mempertimbangkan suku, dan 17% yang mempertimbangkan gender.

Ahok berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena berasal dari agama minoritas. Untuk mengimbangi isu ini, Ahok butuh dukungan dari partai nasionalis terbesar agar bisa mengangkat isu nasionalisme melawan primordialisme.

Dengan demikian Ahok akan mengklaim mewakili nasionalisme dan lawannya terutama dari koalisi berbasis agama akan dipojokkan dengan isu primordial.

Ternyata, selain Ahok gagal merapat pada partai nasionalis terbesar, yakni PDIP, partai bernuansa agama juga sepakat meninggalkan isu ini dan bergabung dengan koalisi pimpinan PDIP.

Ketiga, klaim kerakyatan. Kedekatan Ahok dengan para cukong membuat kecurigaan di kalangan akar rumput sangat besar terhadap Ahok. Ditambah lagi banyak yang merasa pendekatan Ahok terhadap akar rumput sangat jauh berbeda dengan Jokowi.

Janji kampanye Jakarta Baru yang diusung Jokowi-Ahok untuk merapihkan perkampungan kumuh tidak terealisasi diganti dengan penggusuran dan relokasi. Ahok butuh PDIP sebagai partai wong cilik untuk mengembalikan lagi citra merakyat yang telah hilang.

Keempat, mesin politik. Dalam sejarah Pilkada DKI, kekuatan mobilisasi partai politik masih sangat besar pengaruhnya. Paling tidak ada tiga partai teratas yang sanggup melakukan mobilisasi di DKI, yakni PDIP, Gerindra dan PKS. Hanya tiga partai ini saja yang sanggup memenuhi Gelora Bung Karno dalam kampanye terbuka di Jakarta.

Ketiganya ternyata membangun koalisi untuk menantang Ahok. Mobilisasi DKI tidak hanya akan melibatkan tokoh partai tingkat provinsi, namun juga melibatkan tokoh politik tingkat nasional. Dengan demikian Ahok akan kehilangan dukungan dari para tokoh nasional yang cukup banyak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com