JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai macam istilah muncul untuk menggambarkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Istilah tersebut menggambarkan kecocokan kedua petahana itu dalam memimpin DKI Jakarta. Sehingga dinilai masih layak untuk berpasangan kembali dalam Pilkada DKI 2017.
Ketua DPD PDI-Perjuangan Hendrawan Supratikno menyebut keduanya bagaikan pedal dan rem. Djarot, menurut dia, merupakan sosok yang memiliki sifat bersebrangan dengan Basuki atau Ahok. Namun, justru itulah yang membuat keduanya menjadi pasangan yang ideal.
"Begini, pasangan yang ideal adalah yang satu tesa, satu lagi antitesisnya," ujar Hendrawan dalam diskusi umum bertema "Kerja Nyata untuk DKI Jakarta" di Eightyeight Kasablanka, Sabtu (3/9/2016).
Dia mengatakan, Ahok merupakan sosok yang meledak-ledak dan terbuka. Ahok juga memiliki spontanitas tinggi. Sifatnya yang seperti itu seringkali disalahpahami.
Hendrawan berpendapat, pengagum Ahok kebanyakan berusia 30 tahun ke bawah. Sebab, banyak generasi muda yang muak dengan politisi santun namun korupsi. Sifat Ahok yang blak-blakan namun dipercaya jujur dinilai figur baru yang didambakan.
"Tapi Pak Djarot ini antitesisnya. Dia lebih banyak mendengar, kalem," ujar Hendrawan.
Menurut dia, Djarot lebih banyak mendapat simpati dari warga Jakarta yang sudah memasuki usia 30 tahun ke atas. Sebab, mereka dinilai lebih senang mendengarkan Djarot yang tidak bersuara terlalu "kencang".
"Nah kalau keduanya dikombinasikan itu sama dengan pedal dan rem. Kapan kita gunakan pedal dan kapan gunakan rem," ujar Hendrawan.
Ada pula yang menyebut mereka berdua bagaikan mur dan baut. Salah seorang peserta yang hadir dalam diskusi menggunakan istilah mur dan baut untuk menggambarkan Ahok dan Djarot.
"Saya melihat Pak Djarot dengan Pak Ahok ini seperti mur sama baut nih, saling ketemu. Kelihatannya begitu," ujar dia.
Alasannya karena mur dan baut selalu dibutuhkan satu paket. Saat ini, Provinsi DKI Jakarta membutuhkan pembangunan yang berkelanjutan. Sehingga, menurut dia, lebih baik dilanjutkan oleh paket pasangan kepala daerah yang sebelumnya.
Ahok dan Djarot pun dinilai sebagai mur dan baut yang saling melengkapi. Mereka berdua dipercaya bisa membangun Jakarta dan melanjutkannya.
Ahok dan Djarot dipertimbangkan PDI-P
Ketua DPP PDI-Perjuangan bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Djarot Saiful Hidayat berkomentar soal istilah-istilah itu. Dia mengatakan, PDI-Perjuangan selalu mengevaluasi kepemimpinan pasangan petahana ketika menentukan cagub dan cawagub dalam pilkada. Jika masyarakat masih menginginkan, Djarot yakin partainya akan memenuhi hal itu.
"Kalau Ahok dan Djarot dirasa bermanfaat, tentu saja akan dapat pertimbangan paling utama dari partai khususnya Ibu Mega (Ketum PDI-P). Kenapa? Karena untuk hal seperti ini kita tidak boleh egois. Partai kami mengutamakan kepentingan masyarakat bukan orang per orang," ujar Djarot.
Djarot pun sepakat bahwa pola pembangunan di Jakarta harus berkesinambungan. Bukan dengan pola yang dia sebut pola pembangunan poco-poco.
Artinya, seperti senam poco-poco, pergerakannya maju, mundur dan memutar. Tetapi tidak membawa seseorang kemana-mana.
Sehingga, kepala daerah yang membangun wilayahnya tidak boleh terpotong. Melainkan harus berkelanjutan agar pembangunan tidak seperti senam poco-poco.
"Ini pertanyaan berat ini. Kalau enggak seperti itu, pola pembangunannya bisa poco-poco nih," ujar Djarot.
Baik istilah mur dan baut ataupun pedal dan rem, keduanya menggambarkan hal yang berbeda namun saling melengkapi. Itu menandakan dukungan untuk Ahok dan Djarot pun semakin deras.
Setelah beberapa waktu lalu, sebuah kelompok relawan juga memberikan dukungan dengan menyerahkan sepasang roti buaya untuk Ahok dan Djarot.
Meski demikian, para pendukung Ahok dan Djarot masih harus menunggu. Sebab, PDI-Perjuangan belum mengumumkan siapa yang akan mereka usung.
Pendaftaran di KPU DKI sudah semakin dekat. Pengumuman oleh PDI-Perjuangan pun tidak mungkin lama lagi. Lantas, apakah Ahok dan Djarot yang akan diusung? Semuanya akan segera terjawab...