Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebingungan Peserta "Tax Amnesty"...

Kompas.com - 30/09/2016, 13:23 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang berakhirnya program pengampunan pajak atau tax amnesty tahap pertama, (30/9/2016), para wajib pajak (WP) berbondong-bondong datang ke sejumlah kantor pajak pratama (KPP) di Jakarta.

Dewi (40), warga Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, melaporkan rumah milik keluarganya ke kantor pajak pagi ini.

Ia merasa aman dengan melaporkan semua harta milik keluarganya.

Untuk mendapatkan pengampunan pajak, wajib pajak harus melaporkan hartanya kemudian membayar uang tebusan.

"Lebih aman semua (harta) kalau kita laporin. Kan ada aturan yang melindungi pemilik harta yang sudah melaporkan semua hartanya enggak akan diganggu lagi, jadi rasanya ada perlindungan," ujar Dewi kepada Kompas.com, Jumat (30/9/2016).

Namun, Dewi merasakan kesulitan selama mempersiapkan dokumen-dokumen untuk ikut tax amnesty. Salah satunya terkait pengisian formulir tax amnesty yang menurutnya cukup sulit.

(Baca juga: Tebusan "Tax Amnesty" di Jakarta Utara Capai Rp 7,6 Triliun)

Dewi menyampaikan, ukuran formulir yang harus diisi melalui program Excel terbilang cukup kecil. Belum lagi sejumlah kotak formulir yang tidak disertai penjelasan lebih lanjut.

"Misalnya untuk pengisian repatriasi, kan saya enggak punya tuh. Terus apa saya harus lewatin atau bagaimana? Bingung jadinya," ujar Dewi.

Lain lagi dengan Herman. Warga Petamburan yang diberikan kuasa oleh temannya ini mengaku kesulitan. Sebab, temannya itu memiliki sejumlah harta di Singapura.

Saat hendak meminta data jumlah kekayaan yang disimpan di salah satu bank di Singapura, proses tersebut memakan waktu satu bulan.

Padahal, proses itu sedianya memakan waktu satu hingga dua pekan.

"Seolah-olah memperlambat. Di negara Amerika, Kanada, Brazil, bahkan di Panama sendiri, enggak ada masalah," ujar Herman.

Adapun pelayanan di KPP Kelapa Gading, kata Herman, sudah jauh lebih baik dibanding awal program tersebut dilaksanakan.

Sebelumnya, cukup banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh pegawai pajak.

"Sudah mulai bagus, awal-awal dibuka, kita juga masih belajar, sama-sama belajar," ujar Herman.

(Baca juga: Selain Para Konglomerat, Ustadz Yusuf Mansyur pun Ikut "Tax Amnesty")

Seperti diketahui, September merupakan bulan terakhir periode awal tax amnesty dengan tarif terendah, yakni 2 persen.

Setelah September berlalu, tax amnesty memasuki periode kedua dan tarif tebusan naik jadi 3 persen hingga 31 Desember 2016.

Kompas TV Ribuan Buruh Tuntut Penghapusan UU "Tax Amnesty"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Megapolitan
Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Megapolitan
Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Megapolitan
DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Megapolitan
Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Saat Bintang Empat Prabowo Pemberian Jokowi Digugat, Dinilai Langgar UU dan Sarat Konflik Kepentingan

Saat Bintang Empat Prabowo Pemberian Jokowi Digugat, Dinilai Langgar UU dan Sarat Konflik Kepentingan

Megapolitan
Tabrakan Beruntun di Jalan Yos Sudarso, Pengendara Mobil dan Motor Luka-luka

Tabrakan Beruntun di Jalan Yos Sudarso, Pengendara Mobil dan Motor Luka-luka

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, 20 Warga Kota Bekasi Meninggal karena DBD

Dalam 5 Bulan, 20 Warga Kota Bekasi Meninggal karena DBD

Megapolitan
Petugas Tertibkan Stiker Kampanye Bakal Calon Wali Kota Bogor yang Tertempel di Angkot

Petugas Tertibkan Stiker Kampanye Bakal Calon Wali Kota Bogor yang Tertempel di Angkot

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com