Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Menata Berkesinambungan

Kompas.com - 10/11/2016, 17:00 WIB

NYARIS tak pernah ada relokasi warga ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang disambut sukacita warga Ibu Kota. Wajahnya tetap sama, yakni penggusuran paksa.

Alih-alih menggunakan perencanaan dan melibatkan partisipasi warga sebagai bagian penataan kota berkelanjutan, hampir semua relokasi terjadi akibat desakan pembangunan fisik dan kebutuhan ruang untuk normalisasi sungai, ruang terbuka hijau, ataupun akses jalan.

Menengok 13 tahun lalu, relokasi lebih dari 500 keluarga dari bantaran Kali Angke ke Rumah Susun (Rusun) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat, juga ditolak warga yang seluruhnya adalah korban banjir besar 2003. Amarah dan rasa kesal itu masih tertanam di ingatan Sumarlik (53).

"Marah saya dipindah ke rusunawa. Di tempat asal saya punya rumah, aset meskipun di pinggir kali. Di sini saya harus sewa," katanya.

Kendati demikian, Sumarlik tak menampik banyak hal didapatnya di rusunawa itu. Ia memperoleh pendidikan keterampilan, pendampingan untuk pendidikan anak-anaknya hingga anak bungsunya dapat mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Indonesia.

"Sekarang kehidupan keluarga lumayan mapan. Anak saya sudah kerja. Di sini bersih dan nyaman," katanya, pekan lalu.

Wina (45), penghuni lain di rusun itu, merasakan kesulitan pada lima tahun pertama pindah. Sebelum direlokasi, Wina memiliki warteg berpenghasilan Rp 150.000 per hari. Sejak di rusun, ia tak lagi membuka warteg karena sepi pelanggan. Ia hanya mengandalkan gaji suaminya Rp 2 juta per bulan yang bekerja di bengkel di Rawabuaya.

Masa pertama relokasi pada 2003, Rusun Cinta Kasih Tzu Chi masih sepi dan jauh dari permukiman. Berdagang pun sulit memperoleh pelanggan. Lain halnya dengan sekarang, Rusun Tzu Chi yang dihuni 930 keluarga itu dikelilingi apartemen dan ruko.

Diakui Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Suriadi, bukan hal mudah mengelola penghuni rusunawa. Lima tahun pertama bermukim di rusunawa, hampir semua penghuni menunggak sewa unit seperti terjadi di hampir seluruh rusunawa Pemerintah Provinsi DKI saat ini.

Tunggakan sewa unit dalam setahun Rp 1,5 miliar. Padahal, sewa di lima tahun pertama hanya Rp 90.000 per bulan per unit, tak termasuk tagihan air dan listrik. Di tahun ke-13 saat ini, biaya sewa per unit Rp 150.000 per bulan.

"Kami benahi ini dengan belajar dari pengalaman meski tidak diawali perencanaan yang detail. Sebab, rusunawa ini juga kegiatan sosial yayasan kami," ujarnya.

Pembenahan itu dimulai dengan pemberian pendidikan formal ataupun informal untuk mengubah mentalitas dan perilaku. Orangtua yang putus sekolah diberi pendidikan Kejar Paket A hingga C, sementara anak-anak diwajibkan sekolah yang ada di rusunawa. Untuk memberikan model panutan, guru sekolah bermukim di rusunawa. Penghuni langsung memperoleh contoh cara hidup bersih dan tertib.

Pengelola Rusun Tzu Chi juga semaksimal mungkin menyerap tenaga kerja dari penghuni rusunawa. Dengan demikian, para penghuni dapat berdaya secara ekonomi sekaligus menumbuhkan rasa memiliki terhadap rusun.

Muin (53), salah satunya, penjaga pompa Kali Angke ini dipercaya memelihara jaringan saluran air di rusunawa dan memperoleh upah sesuai upah minimum kota Jakarta.

Berulang, tak belajar

Hampir seluruh permasalahan yang pernah ada di Rusun Tzu Chi kini terjadi di hampir semua rusunawa Pemprov DKI yang dihuni warga relokasi. Umumnya para penghuni mengalami kesulitan ekonomi karena pekerjaannya sebagai pedagang, sementara umumnya rusunawa berada jauh dari permukiman ataupun pasar sebagai sarana mereka berdagang.

Sosiolog Universitas Indonesia, Setya Damayanti, mengatakan, idealnya proses relokasi warga dari bantaran kali ke rumah susun membutuhkan waktu dua tahun. Waktu untuk proses pendekatan, pemetaan, pendataan, penempatan, penertiban, penataan, dan pemberdayaan. Namun, hal itu hampir tidak pernah dilakukan dalam program relokasi pemerintah.

"Pemerintah juga tidak punya aturan baku relokasi. Masalah lain timbul ketika sungai yang dinormalisasi merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya kebagian tugas menertibkan hunian di bantaran. Lemahnya koordinasi serta keterbatasan sumber daya manusia selalu jadi kendala," tuturnya.

Pendidikan ataupun pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan seperti di Rusun Tzu Chi tak dijumpai di rusunawa Pemprov DKI.

"Pelatihan dan pendidikan bagi anak-anak itu sangat diperhatikan pengelola di rusun ini. Kami jadi punya harapan lebih baik," kata Sumarlik.

Dari sisi penataan ruang permukiman, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Real Estat Hari Ganie, setiap permukiman baru harus memperhitungkan kebutuhan sosial-ekonomi penghuninya. Hunian perlu dibangun sebagai hunian campuran agar kegiatan ekonomi penghuninya dapat bergerak. Hunian itu tak hanya menyediakan rusunawa untuk warga relokasi, tetapi juga untuk umum dengan biaya sewa yang sesuai dengan harga pasar.

"Dengan adanya perbedaan kemampuan ekonomi, ekonomi warga miskin pun bergerak. Hunian yang homogen itu relatif menyulitkan warga yang bekerja di sektor informal," katanya.

Sosiolog UI, Otto Hernowo Hadi, mengatakan, DKI perlu membuat rencana induk penataan kota yang holistik dengan melibatkan masyarakat. Rencana induk itu untuk menjamin penataan itu bisa berjalan berkesinambungan hingga 25 tahun ke depan. Dengan demikian, tak peduli siapa pun kepala daerahnya, penataan tetap berjalan. Ia mencontohkan, penataan kampung lewat program MH Thamrin di era Gubernur Ali Sadikin pada 1974 berhasil berkat kekuatan penguasa saat itu. Tetapi, kalau dari sisi kepuasan dan keterlibatan masyarakat, proyek itu jauh di bawah harapan.

"Kini saatnya politik pemerintah kota dengan memperhatikan unsur kemanusiaan, selain memperhatikan legalitas hukumnya," kata Otto.

(Dian Dewi Purnamasari/Madina Nusrat)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 November 2016, di halaman 27 dengan judul "Belajar Menata Berkesinambungan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com