Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu-ibu Menabung Tak Bisa Dikalahkan

Kompas.com - 14/06/2017, 18:13 WIB

Oleh: Saiful Rijal Yunus

Menabunglah, maka keperluanmu akan terpenuhi. Bagi ribuan ibu di wilayah utara Jakarta, prinsip ini sungguh berarti. Meski hidup di batas kemiskinan, menyisihkan penghasilan tetap mereka lakukan. Dari minimal seribu rupiah seorang, nilai total tabungan mereka tak main-main: miliaran rupiah.

Menabung sering kali tidak menjadi pilihan sebagian besar orang. Sebab, dengan kebutuhan dan keinginan yang terus meningkat, dibayangi gejolak harga yang tak menentu, membuat tekad untuk menabung kembang kempis. Menabung adalah pilihan terakhir setelah semua kebutuhan terpenuhi. Namun, apa yang bisa ditabung jika penghasilan hanya rata-rata Rp 20.000 sehari?

Jumat (9/6/2017), menjelang sore. Dua jam lagi waktu berbuka puasa tiba. Susanti (46) berjalan tergopoh-gopoh, lalu segera masuk ke dalam ruangan sebuah rumah yang juga berfungsi sebagai kantor Koperasi Kasih Indonesia (KKI). Ibu sembilan anak ini berangkat dari rumahnya di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, ke kantor KKI di Jalan Cilincing Baru, RT 002 RW 002, Cilincing. Jaraknya sekitar tujuh kilometer.

Dibungkus jilbab coklat, wajah Susanti ceria meski terlihat letih. Dia lalu duduk di salah satu bangku, menunggu antrean hingga namanya dipanggil. Di tangannya, sebuah buku saku kecil bertuliskan "Buku Setoran dan Tabungan" dipegang erat.

"Mau ambil duit tabungan," ujarnya riang. Namun, saat ditanya jumlah yang akan ditarik, dia menjawab sedikit pelan, "Dikit mas, cuma mau ambil Rp 70.000. Untuk beli takjil di rumah."

Jumlah total tabungan istri dari Riyadi (47) ini memang tidak besar, hanya Rp 93.000 hingga sore itu. Jumlah tersebut adalah hasil tabungannya dengan jumlah setoran Rp 10.000 setiap minggu. Setoran itu dikumpulkan Susanti dari penghasilannya setiap minggu. Bersama beberapa tetangganya di Rusunawa, dia membuat usaha sabun cair rumahan. Dari hasil penjualan sabun, yang rata-rata Rp 100.000 seminggu, dia menyisihkan untuk ditabung.

Menabung adalah kata yang dulu asing baginya. Berpuluh tahun, kata itu hanya sebatas angan karena tak pernah terbiasa menyisihkan penghasilan.

"Kecil sih, tetapi kalau ada kebutuhan mendadak sangat membantu. Untuk kebutuhan anak sekolahlah atau makan sehari-hari. Yang jelas, enggak ngutang sama orang lagi. Lagian itu adalah tabungan pribadi, belum lagi tabungan pokok kalau utang sudah lunas," ujarnya.

Susanti jadi anggota KKI dalam setahun terakhir. Dia meminjam modal Rp 500.000 yang dikembalikan dalam enam bulan. Tiap minggu, dia membayar Rp 35.000. Dari jumlah bayaran itu, dia juga pada dasarnya menabung sebesar Rp 12.000. Tabungan itu disebut tabungan pokok. Setelah utangnya lunas, dia kembali mendapat tabungannya sebesar Rp 300.000. Sekali meminjam, dua tabungan terlampaui.

Menggapai mimpi

Pola meminjam dan menabung seperti ini yang juga membuat Kasturi (30) bertahan sebagai anggota koperasi lima tahun terakhir. Ibu dua anak itu antre di kantor KKI sejak beberapa saat lalu. Anak keduanya, Risa (4), berada di sebelahnya. Kasturi, yang sedang hamil anak ketiganya, memiliki tabungan pribadi Rp 3 juta. Nilai itu diperoleh dengan setoran bervariasi, tergantung penghasilan dari penjualan kerang hijau yang dikelola bersama suami.

"Kami dagang kerang hijau di Muara Baru. Saya kerjanya membersihkan, merebus, sementara suami yang beternak, dan menjual. Lima tahun lalu kami hanya pedagang, sekarang Alhamdulillah kami sudah punya lahan beternak," ujarnya. Wilayah Kalibaru memang berbatas dengan laut Jakarta.

Awal menjadi anggota, Kasturi hanya meminjam Rp 500.000. Setelah bisa mengelola, dia terakhir mengambil pinjaman Rp 4 juta. Tabungannya pun bertambah sedikit demi sedikit karena adanya tabungan pokok dan tabungan pribadi.

Kisah manis juga dirasakan Casniati (42). Warga Kalibaru Barat ini juga merupakan peserta awal dari KKI. Ibu yang membesarkan dua anak seorang diri ini awalnya hanya pedagang makanan di kantin sebuah sekolah. Mendengar ada koperasi yang meminjamkan uang dengan bunga tetap, dia meminjam Rp 500.000.

Dia lalu membuka toko kelontong di depan rumahnya di Kalibaru Barat, RT 009 RW 005. Kebutuhan sehari-hari, makanan ringan, dijualnya di toko berukuran 3 meter x 3 meter itu. Dari omzet yang hanya Rp 150.000 per minggu, sekarang sudah sekitar Rp 1,5 juta dalam lima tahun terakhir.

"Saya juga sering ambil untuk modal usaha, beli barang dan kebutuhan lain. Akan tetapi, yang pasti sudah tidak pusing kalau ada kebutuhan mendadak," kata Casniati.

Pola meminjam sekaligus menabung ini adalah bagian tidak terpisahkan dari program yang digagas KKI sejak 2011. Koperasi yang mempunyai anggota aktif 7.400 orang per Mei 2017 memadukan dua hal ini, selain satu sektor utama lagi, yaitu pelatihan. Saat meminjam uang, mereka berarti mendapatkan pelatihan dan tabungan. Tabungan pun bisa dua, yaitu yang "dipaksa" yang disebut tabungan pokok dan tabungan opsional atau tabungan pribadi.

Ribuan anggota koperasi itu tersebar di tiga kecamatan utara Jakarta, Cilincing, Koja, dan Tanjung Priok. Semua anggota adalah perempuan, sebagian besar ibu rumah tangga, punya atau pernah mempunyai usaha, dan hampir dipastikan merupakan bagian masyarakat berpenghasilan rendah.

Meski tidak semuanya mencapai kisah sukses yang sama, pengurus berani mengklaim kredit macet mereka 0 persen. Dan, yang paling membanggakan, jumlah total tabungan ibu-ibu di koperasi tersebut mencapai kisaran Rp 2,8 Miliar.

Leonardus Kamilius, penggagas KKI, menceritakan, tabungan anggota tersebut berada di urutan kedua penyumbang nilai aset terbesar koperasi dari total Rp 7,5 miliar. Selain dana pihak ketiga, dana tabungan itulah yang koperasi atur setiap hari agar proses simpan-pinjam tetap berjalan. Ini membuktikan, kekuatan ibu untuk menabung tak bisa diremehkan.

"Kami menanamkan mimpi agar mereka 'terpaksa' menabung ketika meminjam uang. Ternyata, mereka juga mulai menabung sendiri. Bisa dibayangkan ibu-ibu ini mengatur dan membantu keluarga. Mereka sedang menggapai mimpi masing-masing," kata Leon.

Karena itu, menabunglah. Hidup akan kau taklukkan!

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 1 dengan judul "Ibu-ibu Menabung Tak Bisa Dikalahkan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Megapolitan
Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Megapolitan
Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

Megapolitan
Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari 'Beban Mental'

Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari "Beban Mental"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com