JAKARTA, KOMPAS.com- Yayasan Harapan Salahudin, di Jalan Muara Baru, Jakarta Utara merupakan salah satu lembaga pendidikan swasta yang berdiri di sekitar kawasan miskin di Jakarta Utara.
Gedung sekolah yang telah berdiri sejak tahun 2000-an ini saat ini memiliki 397 murid. Jumlah itu terdiri dari 219 murid SD Dian Harapan, 94 murid SMP Cordova, dan 84 murid SMA Harapan Kasih.
Saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (5/7/2017), Tata Usaha sekolah, Ahmad meceritakan perjuangan para guru mendidik anak-anak di sekitar Muara Baru yang kebanyakan dari keluarga tidak mampu.
Mayoritas pekerjaan orangtua murid merupakan buruh serabutan, kuli, hingga nelayan. Ahmad telah bekerja di yayasan tersebut sejak sekolah itu berdiri.
Ia mengatakan, dulunya anak-anak kecil hingga remaja tidak ada satu pun yang mengenyam pendidikan.
Selain karena pola pikir orangtua, faktor biaya pendidikan yang mahal juga menjadi alasan orangtua enggan menyekolahkan anaknya.
Baca: Kurang Dana, Ruang Sekolah yang Terbakar Tahun Lalu Belum Diperbaiki
Ia ingat betul saat pertama kali sekolah beroperasi, cukup banyak anak-anak sekitar yang antusias untuk mendaftar.
Namun, pola pikir "jalanan" masih digunakan para murid. Beberapa kali para guru merazia senjata tajam yang dibawa para siswa ke sekolah. Ahmad menilai pola pikir tersebut saat itu masih melekat karena kondisi di wilayah itu.
"Wah dulu parah. (Murid) datang ke sekolah bawa golok. Katanya mau ngelindungi diri. Tapi sekarang tidak ada lagi yang seperti itu," ujar Ahmad.
Begitu juga mengenai SPP sekolah. Ahmad mengatakan, banyak juga murid yang sampai saat ini menunggak SPP selama berbulan-bulan.
Ahmad menyampaikan, dikarenakan mayoritas siswa dari kelurga tidak mampu, pihak sekolah tidak memaksakan siswa untuk membayar biaya SPP.
"Mampu tidak mampu tetap ya kami terima, enggak ada paksaan. Jadi sepertinya SPP hanya formalitas aja itu mau dikasih atau enggak," uja Ahmad.
Baca: Gedung Sekolahnya Terbakar, Para Siswa Ujian di Dalam Tenda
"Bahkan ada yang pernah pindah, tapi karena dia enggak mampu di sekolah yang baru dia balik datang ke mari," ujar Ahmad.
Ahmad mengatakan, tunggakan SPP para siswa sering menyebabkan gaji para guru terlambat diberikan.
Namun, menurut Ahmad, para guru di sekolah tersebut telah memaklumi hal tersebut. Proses belajar mengajar masih tetap berlangsung seperti saat ini.
Materi pendidikan juga tak ada bedanya dengan sekolah negeri atau swasta lainya yang lebih mampu yang ada di Jakarta.
"Kadang terlambat dua bulan. Tapi enggak apa-apa. Semunya sudah maklum," ujar Ahmad.
Kini, sekolah tersebut masih berbenah pasca-kebakaran pada September 2016. Kebakaran 10 bulan lalu menghanguskan 8 ruangan.
Kebakaran itu sempat mempengaruhi proses belajar di sekolah tersebut. Hingga saat ini, baru enam ruangan yang selesai diperbaiki.
Adapun dua ruangan lagi masih belum mendapat sentuhan perbaikan karena tidak adanya biaya perbaikan.
Pihak yayasan mengaku telah mengajukan permohonan bantuan ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Namun, hingga saat ini permohonan itu tak kunjung dipenuhi.