JAKARTA, KOMPAS.com - Dari semua partai yang ikut dalam kontestasi Pemilihan Legislatif 2019 di Jakarta, hanya Partai Gerindra yang memiliki bakal caleg berstatus mantan narapidana korupsi.
Dia adalah Mohamad Taufik, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Pada 2004, Taufik terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004. Dia dipenjara 18 bulan karena merugikan uang negara sebesar Rp 488 juta.
Ketika itu, Taufik menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta. Status mantan koruptor ini menjadi persoalan bagi Taufik.
Baca juga: Taufik Yakin Tetap Bisa Nyaleg dari Gerindra meski Eks Koruptor
Dia terancam tidak bisa mendaftarkan diri dalam Pileg karena ada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.
PKPU itu mencantumkan larangan bagi para mantan koruptor untuk menjadi wakil rakyat.
Jalan Taufik pun menjadi lebih terjal dari bakal caleg lain. Apalagi, Taufik juga memiliki target lebih besar dibanding bakal caleg lain, yaitu ingin menduduki kursi Ketua DPRD DKI Jakarta.
Menang PKPU
Untuk membereskan masalah PKPU ini, Taufik menempuh jalur hukum. Dia menggugatnya melalui Mahkamah Agung.
Taufik yakin, MA akan memenangkannya dalam hal ini. Bagi Taufik, PKPU yang dikeluarkan telah melanggar Undang-Undang Pemilu.
UU Pemilu tidak melarang mantan narapidana untuk ikut pemilu selama hak politiknya tidak dicabut.
"Insya Allah minggu depan sudah ada keputusan baik dari MA. Optimistis kok, orang itu melanggar UU bagaimana? Tahun lalu kan juga (dipermasalahkan) begitu, ini penyakit 5 tahunanlah," ujar Taufik, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Kamis (2/8/2018).
Pada Pileg 2014, Taufik mengatakan, statusnya sebagai mantan narapidana kasus korupsi juga dipermasalahkan.
Baca juga: Gerindra Akan Ganti Taufik dengan Bacaleg Lain jika...
Akhirnya, ada orang yang menggugat ke MA dan menang. Tahun ini, dia sendiri yang ikut menggugat Peraturan KPU ke MA.
Incar posisi Ketua DPRD
Ketika ditanya posisi apa yang ingin dia capai jika berhasil masuk lagi ke DPRD DKI, Taufik dengan tegas mengatakan ingin jadi Ketua Dewan.
Dia sudah memiliki hitung-hitungan sederhana yang membuat targetnya mungkin tercapai.
Hitung-hitungannya tidak terlepas dari kemenangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dalam Pilkada 2017.
"Begini loh cara hitung matematikanya walau mungkin masih debatable ya. Hitung awalnya dari kemenangan Anies-Sandiaga, yang milih itu 58 persen," ujar Taufik.
Anies dan Sandiaga diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pilkada DKI 2017.
Taufik pun menyimpulkan bahwa Partai Gerindra hanya berbagi dengan PKS untuk merebutkan suara 58 persen itu.
Taufik mengatakan, suara yang bisa diraih Partai Gerindra bisa lebih besar. Ini mengingat suara Gerindra pada Pileg 2014 juga lebih besar daripada PKS.
Hal ini berbeda dengan partai pendukung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI 2017. Taufik mengatakan, pasangan tersebut didukung lebih dari dua partai yaitu PDI-P, Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Keadilan Bangsa, dan Partai Hanura.
Baca juga: Status Mantan Koruptor Dipermasalahkan, Taufik Bilang Itu Penyakit 5 Tahunan
Perolehan suara Ahok dan Djarot pada Pilkada DKI 2017 adalah 42 persen.
"Nah, yang 42 persen itu akan dibagi ramai-ramai tuh sama partai-partai itu. Sederhananya kan begitu," ujar Taufik.
Pada Pileg 2014, Taufik ditunjuk oleh partai untuk menjadi wakil ketua DPRD DKI Jakarta. Jika Partai Gerindra berhasil memperoleh kursi terbanyak dalam Pileg 2019, dia yakin bisa ditunjuk jadi ketua DPRD DKI.
Di ujung tanduk
Di balik optimismenya, sebenarnya posisi Taufik sudah semakin di ujung tanduk. Pekan lalu, KPU DKI Jakarta telah mengirim surat kepada Partai Gerindra untuk mengganti nama Taufik dengan bakal caleg lain.
KPU DKI memberi waktu sampai tanggal 8 Agustus, yaitu waktu penyusunan daftar calon sementara (DCS).
Taufik sendiri mengatakan, partainya tidak akan menindaklanjuti surat dari KPU sampai ada putusan MA. Dia yakin putusan MA akan keluar sebelum waktu yang diberikan KPU DKI.
"MA kan juga lihat jadwal (pileg) juga," kata Taufik.
Meski demikian, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Syarif mengatakan, ada perdebatan terkait target waktu yang diberikan KPU DKI dan putusan MA.
Partai Gerindra berpendapat, nama Taufik tidak perlu diganti, setidaknya sampai tiba waktu penyusunan daftar calon tetap (DCT) pada Semptember 2018 nanti.
Baca juga: Sandiaga Tak Bisa Jadi Ketua Timses, M Taufik Bilang Gerindra Sudah Biasa Dijegal
"Karena nanti kan di DCS nama-namanya akan ditinjau lagi oleh masyarakat," kata Syarif.
Dengan demikian, Taufik memiliki waktu lebih lama untuk menunggu putusan MA.
Syarif mengatakan, Partai Gerindra menyerahkan ini kepada Bawaslu untuk mencari titik temu. Partai Gerindra pun siap mengganti nama Taufik jika putusan MA tidak kunjung keluar.
"Kan ada batas waktu untuk menunggu MA. Masa iya kami menunggu tanpa ada pegangan pada jadwal. Jadi, jadwal KPU tetap kita patuhi," kata dia.