JAKARTA, KOMPAS.com – Pemprov dan DPRD DKI Jakarta menganggarkan hibah senilai Rp 486 juta kepada Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) untuk tahun depan.
Anggaran ini sudah diketuk palu bersama dalam kebijakan umum anggaran prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2022.
Sebagai informasi, yayasan ini diketuai oleh Amidhan Shaberah, ayahanda Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria.
Yayasan PKP berdiri di atas lahan 18 hektar di Kepala Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur.
Yayasan ini resmi berdiri pada hari ulang tahun ke-450 Jakarta, 22 Juni 1977.
Dikutip dari profil resmi yayasan yang diunggah ke kanal YouTube Kampus PKP JIS (Jakarta Islamic School), Pondok Karya Pembangunan (sebagai sekolah, bukan yayasan) tercetus melalui MTQ Nasional V pada tahun 1972 silam untuk “terwujudnya lembaga pendidikan dan keterampilan bernapaskan Islam”.
Baca juga: Pemprov DKI Anggarkan Hibah Rp 486 Juta untuk Yayasan Ayah Wagub Riza Patria
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin disebut mendukung terbentuknya PKP, berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi obyektif penyelenggaraan sekolah Islam/madrasah di Ibu Kota, baik dari segi fisik, sarana dan prasarana, hingga kualitas guru dan pengajaran.
PKP di Jakarta kemudian menjadi program percontohan nasional dalam hal dinamisasi madrasah.
Dinamisasi ini diharapkan dapat membuat madrasah memiliki efek sosial yang sama terhadap murid-muridnya seperti sekolah umum, sehingga madrasah bukan hanya urusan mengaji dan doa.
PKP kemudian dikukuhkan oleh Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor D.IIB.14/2/23/73 pada 18 April 1973.
Baca juga: Yayasan yang Dipimpin Ayahnya Dapat Hibah Rp 486 Juta dari Pemprov, Wagub DKI Buka Suara
Kampus PKP kemudian diresmikan pada 8 April 1976 oleh Ali Sadikin, sebelum Yayasan PKP dibentuk setahun berselang.
“Kita ingin menjadikan pendidikan kita ini pendidikan yang maju, yang profesional, independen, yang berwawasan global, tapi tidak lupa terhadap jati dirinya,” kata Amidhan dalam video yang sama.
Hingga video itu diunggah pada 2018, ada delapan unit pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan PKP, yakni TK Islam, MI, MTs, SMA, SMEA, STM, Pesantren, dan STI Kesehatan dengan jumlah murid sedikitnya 2.000 orang.
Arsip Kompas mencatat, pada 10 September 2012, sekitar 500 siswa MTs dan SMK 1 Pondok Karya Pembangunan Jakarta Islamic School tidak bisa belajar.
Pasalnya, tembok sekolah dibongkar dan disegel kerabat ahli waris Siman bin Buntun yang mengeklaim berhak atas lahan sekolah.
Boris Kurius Malau, kuasa hukum ahli waris, menyatakan, tindakan warga dipicu kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diduga merampas tanah milik Siman seluas 20.020 meter persegi.
Menurut Boris, Siman atau ahli waris berhak atas tanah yang kini jadi tempat berdirinya kompleks Pondok Karya Pembangunan Jakarta Islamic School (PKP JIS) yang dikelola Yayasan PKP DKI Jakarta.
Dasar ahli waris adalah Girik C, Nomor 119, Persil 24, Blok D.II atas nama Siman bin Buntun.
”Bertahun-tahun ahli waris menuntut ganti rugi, tapi tak dipedulikan sehingga timbul tindakan ini,” kata Boris.
Baca juga: Pemprov DKI Akan Gelontorkan Hibah Rp 900 Juta ke Yayasan Binaan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani
Saat itu, kerabat ahli waris mendatangi dan mengotori sekolah dengan menjatuhkan tong berisi sampah. Pintu kelas juga ditempeli kertas bertulisan ”Sekolah ini disegel ahli waris (alm) Siman”.
Ketika datang dan melihat situasi itu, siswa bingung dan panik. Guru akhirnya mengumpulkan siswa di mushala dan mengumumkan dua hari siswa belajar di rumah dan diberi tugas.
Saat siswa diberi pengumuman, kerabat ahli waris membongkar tembok MTs dan SMK 1 di Gang Darussalam. Ketika semua siswa pulang, kerabat memalangi pintu kelas dengan bambu dan kayu.
Kepala Bagian Humas Yayasan PKP Endang Supriyatna saat itu menyesalkan siswanya tidak bisa belajar akibat pembongkaran tembok dan penyegelan sekolah. Tindakan ahli waris itu salah sasaran karena pemilik lahan dan bangunan adalah Pemprov DKI Jakarta.
”Seharusnya tuntutan ditujukan ke sana karena kami ditunjuk cuma sebagai pengelola oleh pemerintah,” kata Endang.
Baca juga: Dispora DKI Anggarkan Rp 2,7 Miliar untuk Kegiatan yang Dipimpin Ketua DPW PSI Jakarta
Kepala Bidang Pengendalian dan Perubahan Status Aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta saat itu, Didit Yustiana, mengatakan, lahan yang dipersoalkan itu sudah dibebaskan pada 1974-1976 di era Gubernur Ali Sadikin. Luasnya 185.300 meter persegi, termasuk Danau PKP atau masih disebut Rawabambon.
”Sudah diinventarisasi,” kata Didit.
Kendati sudah dibebaskan sejak lama, sampai saat itu lahan belum bersertifikat. Dokumen atas tanah itu masih berupa girik dan jumlahnya banyak.
”Dulu pernah diusulkan ke BPN, tetapi tanah itu sangat luas. Pemerintah belum siap, terutama dengan faktor nonteknis,” kata Didit.
Waktu itu, anggaran untuk sertifikasi belum cukup dan tidak bisa diambil dari APBD. Belakangan, anggaran untuk sertifikasi sudah diusulkan lagi.
”Kami pernah menawarkan agar membawa masalah ini ke pengadilan, tetapi mereka tidak mau,” kata Didit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.