JAKARTA, KOMPAS.com - Gaya arsitektur era kolonial pada gedung Museum Bank Mandiri dan bangunan lainnya di Kota Tua, Jakarta Barat, menghanyutkan benak siapapun yang memadangnya ke masa lalu.
Museum Bank Mandiri yang terletak di Jalan Lapangan Stasiun Nomor 1, adalah bangunan peninggalan era kolinial yang menjadi saksi bisu putaran roda ekonomi Hindia-Belanda.
Mulai dibangun tahun 1929 dan digunakan pada 1933, Museum Bank Mandiri awalnya adalah De Factorij Batavia, sebuah kantor perwakilan perusahaan perbankan Belanda, Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), untuk Hindia-Belanda.
Hingga era kini pun, benda-benda perbankan di era Hindia-Belanda masih tersimpan rapi sebagai koleksi museum ini.
Baca juga: Melihat Sejarah BJ Habibie di Museum Bank Mandiri
Sejumlah koleksi yang dapat dilihat pengunjung di antaranya adalah alat timbang perbankan, alat pemotong uang kertas, tumpukan kertas saham dan surat berharga, hingga buku besar catatan keuangan nasabah.
Arsitek NHM, JJJ de Bruijn, bekerja sama dengan arsitek biro Fermont-Hulswit Cuijpers, AP Smits dan C van de Linde, merancang gedung tersebut dengan gaya art deco klasik.
Berdasarkan arsip harian Kompas, Kepala Museum Bank Mandiri Budi Trinovari mengatakan bahwa nama-nama arsitek di atas merupakan para maestro di bidang arsitektur pada masanya.
Budi memaparkan, Factorij masa itu layaknya benteng. Kegagahan gedung bukan sekadar tentang luas dan tingginya, melainkan juga kekuatannya.
Baca juga: Menteri BUMN Sayangkan Museum Bank Mandiri yang Kurang Terawat
Fondasi bangunan menggunakan paku bumi beton, metode baru di eranya ketika bangunan-bangunan sebelumnya lazim berdiri di atas fondasi cerucuk kayu.
Batu-batu di bagian dasar disusun dengan inspirasi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Itu sebenarnya sistem antigempa.
Luas bangunannya 21.509 meter persegi yang terdiri atas empat lantai, yaitu lantai bawah tanah, dasar, lantai pertama, dan lantai kedua.
Dalam buku The Factorij: Bank, Museum, Monument (2011) karya Jaap-Jan Mobron ditulis bahwa menterengnya Factorij jadi kebanggaan jajaran direksi NHM.
Pejabat Factorij NHM bahkan menggunakan foto bangunan yang masih dalam tahap konstruksi dan diliputi struktur perancah bambu untuk ilustrasi halaman sampul publikasi stocklist pada Januari 1931.
Baca juga: Sejarah VOC di Indonesia: Kedatangan, Masa Kejayaan, hingga Keruntuhannya
Dalam buku tersebut juga dimuat informasi tentang anggaran pembangunan yang awalnya ditetapkan 3 juta gulden, tetapi membengkak mendekati 4,4 juta gulden.
Berbagai referensi menyebutkan, kekayaan NHM menumpuk berkat cultuurstelsel, pemaksaan agar rakyat menanam komoditas yang diminta pemerintah Hindia Belanda di lahan mereka.