Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

TGUPP Bukan Sekadar Tim Gubernur untuk Persiapan "Pensiun" atau "Pencapresan"

Kompas.com - 29/10/2022, 06:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak boleh lagi ada, keberadaannya bikin kacau pembangunan Jakarta. Pengangkatan TGUPP sarat dengan kepentingan politik makanya harus dilenyapkan. Jumlah personel TGUPP yang membludak sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.” – Prasetyo Edi Marsudi.

Kekecewaan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi itu bisa jadi sebagai ungkapan “kekesalan” terhadap keberadaan TGUPP di era Anies Baswedan yang begitu “gagah perkasa”.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan birokasi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, sikap dan arogansi anggota TGUPP bisa “menghardik”, bahkan menekan dinas-dinas yang ada.

Konon keberadaan TGUPP dituding menjadi sebab enggannya ratusan pegawai negeri sipil DKI Jakarta mengikuti lelang 17 jabatan tingkat eselon II yang digelar pada 2021 lalu (Kompas.com, 16/09/2022).

Ada plesetan “konyol” untuk menyindir keberadaan TGUPP karena galibnya untuk mengakomodasi keberadaan tim sukses setelah calon yang didukung memenangkan pemilihan kepala daerah, biasanya mereka diwadahi dalam TGUPP.

Pihak yang skeptis menyebutnya TGUPP sebagai “Tim Gubernur untuk Persiapan Pensiun”. Keberadaan tim “kesayangan” gubernur itu untuk menggali, mencari, menarik dan menggaet investor serta “melancarkan” segala urusan birokrasi provisi serta berharap ada “komisi” dari proyek yang diperjuangkan TGUPP dengan gigih ke dinas-dinas.

Dana yang terkumpul bisa untuk (fund rising) persiapan kampanye berikut. Sial-sial kalau kalah, bisa untuk persiapan pensiun gubernur.

Bahkan konon menurut desas-desus, TGUPP juga disiapkan sebagai tim advance sebagai ‘Tim Gubernur untuk Persiapan Pencapresan”.

Tekad Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang tidak akan membentuk TGUPP dan lebih memaksimalkan keberadaan dinas, sebetulnya cukup menarik mengingat keberadaan TGUPP di era Anies Baswedan kerap mendapat suara sumbang dari berbagai kalangan.

DPRD DKI Jakarta menganggap TGUPP zaman Anies terlalu mubazir dalam kinerja dan boros dalam pendanaan mengingat jumlah personel TGUPP yang “jumbo” (Kompas.com, 17/10/2022).

Bahkan Mantan Kepala Sekretariat Kepresidenan itu menganggap ketiadaan TGUPP bisa diatasi dengan memaksimalkan kinerja asisten pemerintahan, tenaga ahli dan asisten ahli.

Heru Budi yang sempat berkarir sebagai Wali Kota Jakarta Utara (2014-2015) serta pernah mengepalai Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah DKI di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentunya paham bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan jajaran birokrasi.

TGUPP di era Anies Baswedan memang “luar biasa” dari sisi jumlah personal dan pembiayaannya.

Di era Gubernur Djarot Saeful Hidayat atau Ahok, pos pendanaan untuk TGUPP mendapat alokasi Rp 2,3 miliar tahun 2016.

Di saat awal Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno menjabat 2017, pos anggaran untuk TGUPP naik berkali-kali lipat menjadi Rp 28,5 miliar.

Seperti dikutip dari apbd.jakarta.go.id mengenai RAPBD 2018, tertera anggota TGUPP berjumlah 60 orang, yang masing-masing mendapat honor Rp 24.930.000 saban bulannya. Besaran honor tersebut diberikan selama 13 bulan kerja.

Sedangkan untuk ketua tim, yang berjumlah 14 orang, masing-masing mendapat honor Rp 27.900.000. Biaya tersebut belum termasuk untuk membeli kertas, operasional kendaraan dinas, hingga pengadaan mesin presensi.

Selain untuk gaji, ada pula belanja barang dan jasa berupa alat tulis kantor, Anies menggelontorkan dana sebesar Rp 25 juta.

Kemudian, belanja ban kendaraan dinas operasional sebesar Rp 7,9 juta. Lalu belanja aki kendaraan dinas operasional sebesar Rp 2,6 juta.

Kemudian, belanja bahan bakar kendaraan dinas operasional sebesar Rp 51,3 juta. Belanja jasa servis kendaraan dinas sebesar Rp 6,6 juta. Pajak kendaraan bermotor sebesar Rp 3,8 juta. Untuk sewa mesin fotokopi sebanyak Rp 109 juta.

Selain itu, Anies juga mempersiapkan dana untuk narasumber sebanyak 2 orang untuk 15 bulan di 5 bidang kerja sehingga total menjadi Rp 120 juta.

Selain itu, ada pula narasumber profesional sebanyak 2 orang selama 4 kali di 5 bidang kerja sehingga total belanja sebesar Rp 56 juta.

Lalu, belanja makanan dan minuman rapat sebesar Rp 1.970.800.000, kemudian belanja modal mesin absensi sebesar Rp 15.244.280. Sehingga total biaya yang harus disiapkan untuk TGUPP sebesar Rp 28.572.315.630,- (Liputan6.com, 23 November 2017).

Namun dalam realisasinya karena terjadinya “keberatan” dan “perlawanan” dari DPRD DKI serta mendapat protes dari beragam kalangan, anggaran TGUPP dalam APBD 2017, yakni Rp 1,69 miliar kemudian berubah menjadi Rp 1 miliar dalam APBD-P 2017.

Untuk 2018, APBD menganggarkan Rp 19,8 miliar tetapi mendapat revisi menjadi Rp 16,2 miliar di APBD-P 2018.

Anggaran di 2019 tetap dianggarkan Rp 19,8 miliar dan di APBD-P 2019 turun “sedikit” menjadi Rp 18,99 miliar.

Untuk 2020, anggaran TGUPP yang dimasukkan dalam kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan nama kegiatan “Penyelenggaraan Tugas Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan atau TGUPP (Kompas.com, 03/10/2019).

Perlukah TGUPP dibentuk?

Perlu tidaknya keberadaan TGUPP memang diserahkan kepada kepala daerah yang bersangkutan.

Ada kalanya seorang pejabat baru, tidak membutuhkan bahkan tidak memercayai keberadaan bahkan sumbang saran sekalipun dari TGUPP. Ada anggapan, “orang” rezim lama harus “dihabisi” karena tidak bisa menyesuaikan dengan visi-misi kepala daerah yang baru.

Eksistensi TGUPP sebetulnya diperlukan ketika beban kerja kepala daerah perlu mendapat “supporting” dari team yang dipercayai bisa mengawal dengan baik. Belum lagi untuk kompleksitas persoalan seperti Ibu Kota yang sedemikian peliknya.

Pengalaman saya yang pernah menjadi ketua TGUPP di sebuah provinsi di luar Pulau Jawa membuktikan, keberadaan TGUPP memang dibutuhkan oleh kepala daerah untuk mengawal penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, merevisi APBD yang telah berjalan agar bisa selaras dengan visi misi gubernur dan wakil gubernur yang terpilih, mencari terobosan ke Pemerintah Pusat agar sinkron dengan program daerah dan lain-lain.

Masa kerja TGUPP terkadang tidak terbatas dan kerap “begadang” apalagi diberi tengat waktu tertentu oleh kepala daerah.

Hanya saja harus diakui, personel TGUPP memang tidak terlepas dari penunjukkan gubernur dan wakil gubernur yang kerap dari sisi kompetensi dan kapabiltasnya sangat memprihatinkan.

Sempat saya memiliki anggota yang selalu “bervisi” mencari proyek dan mencari “komisi”, hanya saja karena “pesanan” dari kepala daerah membuat saya hanya bisa membatasi dan memblokir sebisa mungkin gerak usaha anggota TGUPP yang terlalu “kreatif” ini.

Sahabat saya yang juga menjadi anggota TGUPP di sebuah provinsi di Jawa, begitu efektif mendukung kerja gubernur yang dikenal banyak melakukan inovasi dan mendulang aneka penghargaan untuk daerahnya.

Bukan menjadi rahasia umum, “jam kerja” para birokrasi sangat tidak lentur. Mereka bekerja hanya sesuai jam kerja normal dan kerap keberatan jika diajak begadang jika tidak ada insentif.

Keberadan TGUPP bisa dikatakan menjadi akselerator program-program kepala daerah yang butuh eksekusi cepat. Jadi keberadaan TGUPP tidak selalu berkonotasi “minus”

Pernyataan Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Johan yang mengkritik tekad Pejabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono untuk tidak membutuhkan TGUPP bisa dipahami mengingat Heru bukanlah politisi.

Sebagai birokrat yang tidak memiliki visi misi dan janji politik ke masyarakat harusnya tetap menjalankan program kegiatan yang telah ada (Kompas.com, 28/10/2022).

Djohermansyah malah menyarankan Heru untuk”menghidupkan” TGUPP tetapi hanya diisi kalangan profesional sembari mengefektifkan semua dinas guna menjalankan program yang telah ada.

Amanah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023 – 2026 yang telah diteken Anies Bawedan harus dijalankan dengan baik.

Dengan mempertimbangkan efektifitas kerja dan program yang harus dijalankan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heri Budi Hartono terutama sesuai dengan tiga sasaran yang akan diprioritaskan: kemacetan, banjir dan tata ruang maka mau tidak mau, eksistensi TGUPP di DKI Jakarta memang diperlukan.

Hanya saja, saya pun juga tidak sepakat dengan pemborosan anggaran demi “menampung” tim sukses, alih-alih yang tidak kapabel dan tidak kompeten mendapat wadah di TGUPP.

Mekanisme kerja dan hasil kerja TGUPP harus terukur dan memiliki target kerja yang jelas.

Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja personel TGUPP memang mumpuni serta memiliki komitmen untuk tidak “mencari” proyek.

Jumlah personel TGUPP haruslah minimal, tetapi efektif. Dengan jumlah lima personel ditambah tiga tenaga administrasi pendukung, sudah cukup bagi TGUPP untuk bekerja membantu meringankan kepala daerah.

TGUPP bukan sekadar “Tim Gubernur untuk Persiapan Pensiun” atau malah “Tim Gubernur untuk Persiapan Pencapresan”, tetapi hendaklah sesuai dengan marwahnya membantu kepala daerah agar persoalan pemerintahan dituntaskan dengan cepat sehingga masyarakat mendapat sentuhan program pemerintah yang tepat sasaran.

Sekali lagi, perlu tidaknya keberadaan TGUPP kembali berpulang kepada komitmen Penjabat Gubernur DKI Jakarta.

Rakyat Jakarta harus mendapat haknya sebagai warganegara karena mereka telah membayar pajak. Setiap tetes pajak yang dibayarkan adalah untuk membiayai pembangunan, termasuk menggaji aparat pemerintahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

Megapolitan
DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Megapolitan
Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Megapolitan
Expander 'Nyemplung' ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Expander "Nyemplung" ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Megapolitan
Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Megapolitan
Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com