JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) bernama Yulyanti (43) mengungkapkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan milik suaminya, S (48), tidak bisa cair.
Padahal, kata Yulyanti, S sudah bekerja selama 7 tahun sebagai petugas Unit Pelaksana Kerja (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Hal ini diketahui Yulyanti dan suami saat mencoba mencairkan BPJS Ketenagakerjaan untuk keperluan berobat. Sebab, S mengalami kecelakaan pada September 2021 dan harus memasang pen pada kakinya.
"Iya (enggak bisa cair). Kan BPJS ketenagakerjaan kan dapat kartu. Cuma pas kita print, enggak ada, 0. Kata pihak sananya, katanya enggak disetorin dari kantor," kata Yulyanti kepada Kompas.com pada Rabu (3/5/2023).
Baca juga: Cerita Yulyanti Jadi PKL di Pinggir GT Ancol, Awalnya Terpaksa karena Suami Kecelakaan dan Kena PHK
"Pikiran saya, 'aduh lumayan nih sudah 7 tahun. Lumayan untuk uang berobat', kan kita enggak dapat apa-apa dari kantor," tutur Yulyanti lagi.
Sementara, Yulyanti mencoba mencairkan BPJS Ketenagakerjaan ini setelah S diberhentikan secara sepihak oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada Desember 2021.
"Jadi, BPJS ketenagakerjaan itu, katanya kalau koit (meninggal) langsung, baru dibayar. Jawaban mereka begitu. Ibaratnya kalau tabrakan langsung koit, baru katanya keluar Rp 150 juta," ucap Yulyanti.
Warga RT 004/RW 11, Pademangan Barat, Jakarta Utara itu sempat mengeluhkan langsung hal ini kepada pihak terkait soal BPJS Ketenagakerjaan yang tidak cair. Tetapi, ia mengaku mendapatkan jawaban yang tidak enak.
Baca juga: Tak Beli Tiket Formula E, Warga Tetap Bisa Lihat Balapannya Lewat Layar di Ancol
"Kata saya gini, 'kalau enggak meninggal, kan begini, butuh biaya juga'. Terus ada yang celetuk satu, kesal banget saya, entar suatu saat kamu merasakan, 'itu urusan lu', apa enggak kesal? Cuma mau dijawabin juga percuma," kata Yulyanti.
Di sisi lain, saat ditanya apakah salah satu penyebab S kontrak kerjanya tidak dilanjutkan karena usai mengalami kecelakaan beberapa waktu sebelumnya, Yulyanti membenarkan.
"Iya, alasan dia orang kan begitu. Terus jawabannya ya begitu. 'Saya itu dong kalau mempekerjakan orang sakit? Saya tega dong?', 'Terus bagaimana? Kan saya juga butuh uang untuk biaya hidup. Apalagi kan saya dua-duanya enggak kerja', 'ya sudah, nanti kalau sudah sehat'," imbuh Yulyanti.
"Dijanjikan begitu. Tapi pas giliran kita melamar lagi, alasannya sudah cacat. Sudah enggak bisa lagi. Apa enggak sadis?" ujar Yulyanti melanjutkan.
Bukan hanya itu, Yulyanti mengungkapkan, setelah 7 tahun bekerja menjadi petugas UPK Badan Air, S tidak mendapatkan pesangon.
Baca juga: Janji Pj Bupati Bekasi Usut Isu Bos Pabrik Ajak Karyawati Tidur Bareng untuk Perpanjang Kontrak
Dia tidak bisa berbuat banyak. Alhasil, Yulyanti yang hanya berjualan warung sembako di rumah terpaksa memutuskan menjadi PKL yang mengkal di pinggir Jalan RE Martadinata, dekat Gerbang Tol Ancol Timur, Pademangan, Jakarta Utara.
Ia terpaksa melakukan hal ini untuk menyambung hidup dan kompor di dapur tetap mengepul.
"Tadinya kan jualan di rumah, suami kan tabrakan, kecelakaan. Nah, pasang pen di sini (kaki). Ya namanya rumah sakit, kan habis-habisan. Terus, di rumah juga terbengkalai, ditinggal berobat, akhirnya bangkrut," ungkap Yulyanti.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.