Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Trisakti Bantah Palsukan Surat

Kompas.com - 10/08/2011, 08:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Universitas Trisaksi membantah memalsukan surat Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional tertanggal 7 September 2010 seperti yang dituduhkan Yayasan Trisakti. Surat itu diklaim surat resmi.

Advendi Simangunsong, Ketua Forum Komunikasi Karyawan Trisakti mengatakan, pihaknya memiliki bukti bahwa surat itu sudah disahkan oleh pihak Inspektorat Jenderal Kemendiknas pada 1 Agustus 2011.

"Dinyatakan bahwa surat itu benar dan tidak palsu," kata Advendi ketika melaporkan pihak Yayasan Trisakti di Mabes Polri, Selasa (9/8/2011).

Advendi datang bersama tim pengacara. Mereka melaporkan Sekretaris Umum Yayasan Trisakti, Abi Jabar, dengan sangkaan penghinaan dan pencemaran nama baik seperti diatur dalam KUHP.

Sebelumnya, Yayasan Trisakti melaporkan para pengurus Trisakti dengan sangkaan pemalsuan dokumen. Yayasan Trisakti melaporkan, setelah mendapatkan konfirmasi dari Inspektur Jenderal Kemendiknas bahwa surat itu tidak pernah dikeluarkan.

Dikatakan Advendi, M Sofyan masih menjabat sebagai Inspektur Jenderal ketika menandatangani surat itu berdasarkan surat keputusan Presiden Nomor 163 /M tahun 2010 . Adapun pihak Yayasan Trisakti menyebut Sofyan telah diganti ketika surat itu dibuat.

Surat itu berisi bahwa penyerahan dan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti cacat hukum. Berdasarkan surat itu, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memenangkan gugatan pimpinan Trisakti terkait pengelolaan kampus.

Advendi juga menolak tudingan bahwa pihaknya menghalang-halangi eksekusi putusan Mahkamah Agung dengan mengerahkan preman. Putusan MA itu disebutkan bahwa statuta dan badan hukum serta pengangkatan Thoby Mutis sebagai rektor dianggap tidak sah. Untuk itu, Thoby dilarang beraktivitas di kampus.

Menurut dia, keputusan MA tidak dapat dieksekusi atau non-executable. "Ribuan orang yang berkumpul saat rencana eksekusi adalah para dosen, karyawan, serta mahasiswa yang menolak eksekusi. Sama sekali tidak ada pengerahan massa dari luar, apalagi preman. Untuk itu kami merasa nama baik kami dicemarkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com