Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Jakarta Kecewa Layanan Jaminan Kesehatan Nasional

Kompas.com - 05/02/2014, 08:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —
 Warga DKI Jakarta kecewa terhadap layanan Jaminan Kesehatan Nasional. Cakupan layanan itu lebih sedikit dibandingkan dengan layanan yang sebelumnya tersedia melalui Kartu Jakarta Sehat.

Laporan mengenai kekecewaan ini semakin banyak yang masuk ke DPRD DKI Jakarta. Cinta Mega, anggota Komisi E (Bidang Kesejahteraan Rakyat) DPRD DKI Jakarta, mengatakan, keluhan umumnya tentang perbedaan cakupan layanan dan syarat kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional.

”Keluhan yang masuk sudah ratusan. Bukan hanya kepada kami, melainkan juga kepada anggota DPRD lain. Kami minta Dinas Kesehatan DKI menjelaskan masalah ini. Jika tidak menguntungkan, lebih baik dievaluasi kerja sama dengan pusat,” kata Mega, Selasa (4/2/2014), di Jakarta.

Menurut Mega, sejak dileburnya dua program, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS), kualitas layanan kesehatan untuk orang miskin menurun. Padahal, Pemprov DKI mampu membiayai layanan itu tanpa kerja sama dengan pusat. Keluhan seperti itu sebelumnya jarang muncul ketika layanan KJS berjalan.

Di Jakarta, layanan JKN menjangkau 1,271 juta warga miskin. Masih ada 2,106 juta warga miskin yang belum terjangkau. Pemprov DKI mendaftarkan mereka yang sebelumnya menjadi peserta KJS ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Theryoto, Kepala Unit Pelaksana Teknis Jaminan Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan DKI, mengakui adanya perbedaan layanan itu. Kini Dinas Kesehatan mengajukan surat ke pusat agar tidak mengurangi kualitas layanan. Sayangnya, dasar hukum penambahan layanan peserta KJS yang dilebur ke JKN kini belum terbit.

Anak balita ditolak

Dengan diterapkannya BPJS, warga miskin yang tertimpa banjir makin sulit menjangkau pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kesulitan ini dialami Agustin (27). Perempuan ini tak bisa memeriksakan anak balitanya, Kharis Putra Hartanto (20 bulan), yang tubuhnya panas, ke rumah sakit pada pekan lalu.

Agustin dan suaminya telah terdaftar sebagai peserta KJS. Namun, anaknya yang masih balita belum terdaftar. Anaknya saat itu ditolak berobat di RS UKI, salah satu rumah sakit swasta yang menerima pasien KJS.

Jika ingin dirawat di rumah sakit, kata Agustin, anaknya harus didaftarkan terlebih dahulu ke kantor BPJS untuk diikutsertakan dalam BPJS. ”Ini sungguh merepotkan. Saat era KJS, kami bisa langsung daftar di rumah sakit,” kata Agustin.

Namun, berkat kebijakan rumah sakit, anak balita itu tetap diperiksa di RS UKI. ”Akhirnya saya bayar untuk beli obat Rp 80.000. Biaya dokter digratiskan rumah sakit karena saya tidak mampu,” ujar Agustin. (MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 30 Mei 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 30 Mei 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Megapolitan
Daftar Acara HUT Kota Jakarta ke-497, Ada Gratis Masuk Ancol

Daftar Acara HUT Kota Jakarta ke-497, Ada Gratis Masuk Ancol

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Megapolitan
Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Megapolitan
Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Megapolitan
Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Megapolitan
Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Megapolitan
Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Megapolitan
Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Megapolitan
Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Megapolitan
Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Megapolitan
Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Megapolitan
Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Megapolitan
Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com