Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Usulkan Anggaran Siluman Termasuk Percobaan Korupsi

Kompas.com - 06/03/2015, 11:11 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggelembungan anggaran pengadaan barang dan jasa pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI 2015 dinilai termasuk dalam upaya percobaan korupsi. Dengan demikian, pihak-pihak yang terlibat dalam pengajuan anggaran sudah bisa dikenakan hukum pidana.

Pakar hukum pidana Yenti Garnasih mengatakan, walaupun sejauh ini belum ada yang mengambil keuntungan pribadi dari penggelembungan anggaran tersebut, tetapi pihak-pihak yang terlibat dalam pengajuan sudah dianggap berniat untuk melakukan korupsi.

"Ada pemikiran 'Ini kan baru diajukan, apakah ini korupsi atau tidak?'. Padahal di dalam ranah hukum pidana itu kan ada istilahnya percobaan. Ada indikasi untuk melakukan korupsi yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan negara," kata Yenti kepada Kompas.com, Jumat (6/3/2015).

Menurut Yenti, dugaan percobaan korupsi bisa diperkuat dengan bukti-bukti yang ada, baik bukti barang maupun keterangan saksi. Bukti barang yakni alokasi anggaran pembelian barang yang jauh melampaui harga yang ada di pasaran.

Sedangkan untuk keterangan saksi, Yenti menyontohkan pengakuan para kepala sekolah yang merasa mereka tidak pernah mengajukan pengadaan unit perangkat penyedia daya listrik tanpa gangguan (uninterruptible power supply/UPS).

"Harganya bukan segitu, tetapi dibikin jadi segitu. Apalagi keadaannya dipaksakan. Sekolah tidak memerlukan, tetapi dipaksa menerima. Padahal mereka tidak mengajukan penawaran," ucapnya.

Tidak hanya itu, kata Yenti, pengenaan pasal pidana untuk terduga percobaan korupsi juga bisa didapat dari kasus-kasus sebelumnya. Ia pun menyontohkan dugaan korupsi pada pengadaan UPS tahun 2014.

"Dalam konteks hukum pidana, suatu kejadian itu bisa menjadi pintu masuk untuk kejadian sebelumnya. Jadi yang lalu-lalu juga terungkap," kata dosen Universitas Trisakti itu.

Sebagai informasi, penggelembungan anggaran pengadaan barang dan jasa pada RAPBD DKI 2015 dikenal dengan istilah "anggaran siluman". Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menyebutkan, total anggaran siluman mencapai Rp 12,1 juta.

Ahok menduga dana siluman berasal dari proyek-proyek titipan anggota DPRD DKI. Atas dasar itu, ia kemudian melaporkan temuan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik yakin para anggota DPRD DKI tidak akan ada yang tersangkut masalah hukum, terkait dugaan adanya dana siluman pada RAPBD 2015.

Ia juga menolak anggapan yang menyamakan kasus tersebut dengan kasus-kasus korupsi yang pernah menyeret para legislator ke dalam masalah hukum. "Kasus ini enggak mungkin sama, soalnya anggaran belum digunakan, baru disahkan. Jadi belum kejadian (digunakan)," kata dia, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

Megapolitan
DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com