Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wagub DKI Bantah Ahok "Angkat Tangan" soal PKL

Kompas.com - 22/04/2015, 12:31 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat membela Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang mewacanakan revisi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.

Menurut Djarot, revisi peraturan yang bertujuan memperbolehkan pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar dan jembatan penyeberangan itu bukan disebabkan Pemerintah Provinsi DKI sudah tidak sanggup lagi menertibkan keberadaan PKL di Jakarta.

"Memang untuk pengalaman saya, PKL ini bisa kami dekati, bisa dipindah, bisa ditertibkan dengan catatan disiapin tempat khusus," ujar dia di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/4/2015).

Namun, Djarot tidak menjelaskan alasan Pemprov akhirnya lebih memilih mengajukan revisi Perda yang memperbolehkan PKL berjualan di trotoar dan jembatan penyeberangan ketimbang menertibkannya dengan menyiapkan lokasi pengganti.

Menurut Djarot, Pemprov DKI memang akan memperbolehkan PKL berjualan di trotoar dan jembatan penyeberangan. Namun, dengan syarat, mereka tidak menjadikan lokasi berjualannya itu sebagai tempat tinggalnya.

"Sebaiknya mereka itu tidak menetap, artinya habis jualan bersih. Modelnya pulang pergi. Enggak stay di situ karena kalau stay di situ bikin masalah," ujar Djarot.

Sebagai informasi, pekan lalu, Ahok, sapaan Basuki, berencana memperlonggar kebijakan untuk PKL. Ia mengatakan, PKL akan diperbolehkan berjualan di trotoar dan jembatan penyeberangan. Karena itu, ia mengaku akan mengajukan revisi Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.

"PKL harus kita tempatkan di JPO kalau luas, di trotoar boleh, jembatan juga boleh. Perda juga salah, harus kita revisi karena kita juga mau bangun jembatan toko. Untuk apa? Untuk PKL," ujar dia di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (17/4/2015).

Menurut Ahok, di Jakarta, ada 17 persen atau sekitar 1,7 juta orang yang hidup di bawah kebutuhan hidup layak (KHL). Mereka biasanya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbelanja di PKL. Karena itu, ia tidak akan lagi menggusur PKL.

"Kita tidak mungkin hilangkan mata pencaharian orang. Intinya Jakarta harus jadi kota megapolitan yang modern, tetapi manusiawi," ujar mantan Bupati Belitung Timur itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasi Boks yang Dibagikan 85 Kotak, tetapi Korban Keracunan di Bogor Ada 93

Nasi Boks yang Dibagikan 85 Kotak, tetapi Korban Keracunan di Bogor Ada 93

Megapolitan
Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Megapolitan
Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Megapolitan
UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

Megapolitan
Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Megapolitan
Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Megapolitan
Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Megapolitan
Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Megapolitan
Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Megapolitan
Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan 'Dissenting Opinion' Putusan Pilpres 2024

Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan "Dissenting Opinion" Putusan Pilpres 2024

Megapolitan
Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Megapolitan
Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Megapolitan
Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Megapolitan
Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Megapolitan
Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com