Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LIPI: Jakarta Butuh 10 Insinerator Besar untuk Kelola Sampah Mandiri

Kompas.com - 20/11/2015, 15:57 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anto Tri Sugiarto mengatakan, idealnya kota seperti DKI Jakarta memerlukan setidaknya 10 insinerator berskala besar. Dengan demikian, maka Ibu Kota dapat mengelola sampahnya sendiri.

"DKI butuh 10 insinerator skala besar, baru bisa kelola mandiri (sampah)," kata Anto, usai jumpa pers mengenai pengembangan insinerator plasma oleh LIPI, di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Meski tidak menyebut spesifik, disebutkannya harga satu unit insinerator berskala besar bisa mencapai puluhan miliar. Bahkan, jika memilki teknologi lengkap, harga satu unitnya bisa mencapai ratusan miliar.

Sebagai gambaran, Anto menyatakan insinerator berskala besar misalnya yang berkapasitas di atas 500 ton sampah perhari, atau yang mampu mengolah sekitar 20 ton sampah perjam.

"Kalau yang kecil 1 ton perjam di bawah Rp 500 jutaan," ujar Anto.

DKI bisa memilih, apakah menggunakan insinerator skala besar atau kecil. Keuntungan insinerator skala besar yakni pembakaran yang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Insinerator besar setelah menyala satu jam menurutnya bisa dimatikan bahan bakarnya.

Api dapat menyala terus dari sampah yang terbakar. Selain itu, terdapat perbedaan pemanfaatannya antara insinerator besar dan kecil.

"Kalau yang skala besar itu bisa jadi energi listrik. Kalau kecil biasanya cuma untuk bakar saja," ujar Anto.

Anto mengatakan, jika dapat direalisasikan, 10 insinerator itu dapat ditempatkan di lima wilayah Kota Madya di Jakarta. Pengelolaan mesinnya bisa oleh Pemprov DKI sendiri atau melalui operator swasta.

Untuk pengoperasionalnya sendiri menurutnya pemprov tetap perlu memberikan subsidi. Sebab, jikalau pun mengandalkan penjualan energi listrik, tidak akan menutup biaya operasional.

"Namanya sampah tetap harus ada subsidi," ujar Anto.

Adapun insinerator tersebut menurutnya mesti dilengkapi unit plasma. Agar, asap sisa pembakaran tidak mencemari lingkungan.

"Harga plasma Rp 25-50 juta atau bisa dikatakan 10 persen untuk harga insinerator. Untuk plasma life time-nya bisa tiga tahun," ujar Anto.

Soal pengembangan insinerator plasma ini, Anto mengatakan sudah pernah mempresentasikan dengan Pemprov DKI, sekitar Januari silam.

"Responnya (DKI) katanya DKI ikut e-catalog," ujarnya.

DKI menurutnya tengah memikirkan master plan mereka ke depan soal Bantar Gebang. Ia pun belum tahu apakah rencana proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) DKI, akan dilengkapi dengan unit plasma atau tidak.

"Saya belum tahu," ujar Anto.

Sebelumnya, unit plasma yang dikembangkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dilengkapi unit atau reaktor plasma ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan sampah dengan cepat melalui pembakaran yang tidak menghasilkan asap yang mencemari lingkungan.

Kandungan racun pada asap yang dihasilkan insinerator dapat dinetralisir dengan plasma sehingga asap yang dihasikan bersih dan aman untuk dilepas ke lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Pegawai Berhamburan ke Luar Gedung

Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Pegawai Berhamburan ke Luar Gedung

Megapolitan
Warga yang Buang Sampah Sembarangan di Dekat Lokbin Pasar Minggu Bakal Didenda Rp 500.000

Warga yang Buang Sampah Sembarangan di Dekat Lokbin Pasar Minggu Bakal Didenda Rp 500.000

Megapolitan
Sopir di Tangerang Curi Uang Majikan Rp 150 Juta, Ajak Istri Saat Beraksi

Sopir di Tangerang Curi Uang Majikan Rp 150 Juta, Ajak Istri Saat Beraksi

Megapolitan
Polisi: Kami Butuh Partisipasi Warga untuk Atasi Tawuran

Polisi: Kami Butuh Partisipasi Warga untuk Atasi Tawuran

Megapolitan
Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Kepulan Asap Putih Bikin Pemadam Kewalahan

Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Kepulan Asap Putih Bikin Pemadam Kewalahan

Megapolitan
Harapan Masyarakat untuk RTH Tubagus Angke, Nyaman Tanpa Praktik Prostitusi...

Harapan Masyarakat untuk RTH Tubagus Angke, Nyaman Tanpa Praktik Prostitusi...

Megapolitan
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Mei 2024

Megapolitan
Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Megapolitan
Proyek Pengembangan Stasiun Tanah Abang Ditargetkan Rampung Akhir 2024

Proyek Pengembangan Stasiun Tanah Abang Ditargetkan Rampung Akhir 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Pertemukan Perwakilan Warga Klender dan Cipinang Muara demi Atasi Tawuran di Pasar Deprok

Polisi Bakal Pertemukan Perwakilan Warga Klender dan Cipinang Muara demi Atasi Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Ketika Si Kribo Apes Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg karena Bayar Makan Sesukanya...

Ketika Si Kribo Apes Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg karena Bayar Makan Sesukanya...

Megapolitan
3 Orang Tewas akibat Kebakaran Kapal di Muara Baru

3 Orang Tewas akibat Kebakaran Kapal di Muara Baru

Megapolitan
PPKUKM Akui Tumpukan Sampah 3 Ton Jadi Faktor Utama Sepinya Lokbin Pasar Minggu

PPKUKM Akui Tumpukan Sampah 3 Ton Jadi Faktor Utama Sepinya Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
3 Kapal Nelayan di Muara Baru Terbakar akibat Mesin Pendingin Ikan Meledak

3 Kapal Nelayan di Muara Baru Terbakar akibat Mesin Pendingin Ikan Meledak

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, Demokrat Ungkap Kriteria yang Cocok Jadi Cagub Jakarta

Jelang Pilkada 2024, Demokrat Ungkap Kriteria yang Cocok Jadi Cagub Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com