Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Buntu Metromini, Si "Raja Jalanan"

Kompas.com - 26/02/2016, 16:02 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Nasib Metromini, operator angkutan umum yang berjuluk "raja jalanan" Ibu Kota, berada di ujung tanduk. Dalam hitungan bulan, armadanya bakal habis seiring berakhirnya masa izin operasi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikukuh tidak memperpanjang izin semua kendaraan angkutan umum yang berumur lebih dari 10 tahun.

Padahal, 3.084 bus atau 93,5 persen dari total 3.295 bus ukuran sedang di DKI Jakarta berumur lebih dari 10 tahun atau dibuat sebelum tahun 2005. Mayoritas Metromini. Sisanya, empat operator bus sedang lain, yakni Kopaja, Kopami, Dian Mitra, dan Koantas Bima, juga menghadapi masalah serupa.

Sampai Kamis (25/2), baru Kopaja yang tercatat di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagai penyedia jasa angkutan. Pencatatan itu menjadi prasyarat untuk memenuhi rekomendasi Pemerintah Provinsi DKI, yakni bergabung dengan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), badan usaha milik DKI Jakarta di bidang transportasi.

Para pemilik bus menghadapi dua pilihan sulit, yakni berubah atau mati. Namun, sulit bagi Metromini memenuhi tuntutan itu karena kisruh berkepanjangan di tubuh organisasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendorong para pemilik Metromini bergabung ke perusahaan lain yang siap atau membentuk badan usaha baru. Namun, rekomendasi itu tidak mudah.

Bobrok

Metromini S640 bernomor polisi B 7282 DG mendadak mogok di tengah jalan yang padat di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (23/2) siang. Andi (45), sang sopir, kalang kabut diteror bunyi klakson dari belakang. Dia berusaha menempelkan dua ujung kabel yang mencuat di dekat kemudi. Sesaat kemudian, "Ck ck ck. breeemmm!" Mesin pun hidup.

Bus jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang itu melaju lagi, meliuk-liuk ke kanan dan kiri, mencari celah untuk mendahului kendaraan lain. Sambil menjepit rokok, tangan kanan Andi menunjuk-nunjuk ke atas setiap ada orang berdiri di pinggir jalan, tanda penawaran kepada calon penumpang.

Kaca-kaca bus buatan tahun 1996 itu gemeretak. Pintunya terpental-pental saat laju bus bertambah kencang. Lantai bergetar hebat meski bus sedang melintas di aspal mulus. Udara kabin panas dan penumpang mengandalkan kipas tangan.

Siang itu, Andi sendirian. Ia menjalankan tugas ganda, sopir sekaligus kondektur, katanya demi hasil yang lebih besar. Saat ada penumpang turun, ia menepikan bus, bersiap dengan sekotak uang recehan. "Kalau jalan sendiri, lumayan bisa dapat Rp 300.000 sehari setelah dipotong setoran Rp 250.000. Saya masih mending bisa jalan, sopir (Metromini) lain banyak yang menganggur," ujarnya.

Dua bulan terakhir, situasi memang sulit bagi sopir, kondektur, ataupun pemilik bus Metromini. Razia rutin tim gabungan Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya membuat mereka surut. Petugas tak memberi ampun untuk kendaraan yang habis masa berlaku kir, izin trayek, atau dianggap tidak layak jalan.

Satu saja syarat tidak terpenuhi, petugas segera memberikan sanksi. Jika sopir melanggar lalu lintas, tidak punya atau habis masa berlaku surat izin mengemudinya, atau mati surat tanda nomor kendaraannya, petugas melayangkan surat tilang. Namun, jika bus habis masa berlaku kir atau izin operasinya, petugas akan mengandangkan dan melarangnya berkeliaran di jalanan.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga tak lagi memperpanjang izin operasi kendaraan umum berusia lebih dari 10 tahun. Dasarnya, Pasal 151 Peraturan Daerah DKI Jakarta 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Bagi Andi, juga ribuan sopir, kondektur, dan pemilik bus Metromini, aturan yang diberlakukan sejak 1 Januari 2016 itu seperti "peluit kematian". Tinggal menunggu waktu saja.

Tanpa toleransi

Di ruang rapat Dinas Perhubungan DKI Jakarta di Jatibaru, Jakarta Pusat, Selasa (2/2) lalu, Ketua Forum Komunikasi Pemilik Metromini Rimhot P Siagian memohon dinas perhubungan agar melepaskan bus-bus yang dikandangkan selama razia. Sebab, sampai akhir tahun lalu, 1.600 bus atau separuh lebih populasi Metromini dicabut izin trayeknya atau dikandangkan karena beragam sebab. "Sopir, kondektur, dan para pemilik bus tidak bisa menafkahi keluarga lagi karena tidak ada penghasilan," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga: Petugas Jasa Marga Tak Pernah Mengecek Kondisi JPO yang Berlubang di Jatiasih

Warga: Petugas Jasa Marga Tak Pernah Mengecek Kondisi JPO yang Berlubang di Jatiasih

Megapolitan
Jumlah Pemilih di Pilkada Kota Bogor Bertambah, KPU Mutakhirkan Data

Jumlah Pemilih di Pilkada Kota Bogor Bertambah, KPU Mutakhirkan Data

Megapolitan
Bocah Jatuh dari JPO ke Tol JORR Cikunir, Korban Diduga Pemburu Klakson “Telolet”

Bocah Jatuh dari JPO ke Tol JORR Cikunir, Korban Diduga Pemburu Klakson “Telolet”

Megapolitan
Kemenkes Bakal Revitalisasi Tiga Rumah Sakit Besar di Jakarta agar Terintegrasi Ruang Publik

Kemenkes Bakal Revitalisasi Tiga Rumah Sakit Besar di Jakarta agar Terintegrasi Ruang Publik

Megapolitan
Aji Jaya Bintara Siap Maju pada Pilkada Bogor, Akui Dapat Restu Prabowo

Aji Jaya Bintara Siap Maju pada Pilkada Bogor, Akui Dapat Restu Prabowo

Megapolitan
Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Dijerat Pasal Berlapis

Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Dijerat Pasal Berlapis

Megapolitan
Kondisi JPO di Jatiasih yang Buat Bocah Jatuh ke Jalan Tol, Kawat Berlubang Ditambal Tali Tambang

Kondisi JPO di Jatiasih yang Buat Bocah Jatuh ke Jalan Tol, Kawat Berlubang Ditambal Tali Tambang

Megapolitan
Warga Sebut Kawat JPO Jatiasih Berlubang karena Pemasangan Reklame

Warga Sebut Kawat JPO Jatiasih Berlubang karena Pemasangan Reklame

Megapolitan
Ibu di Tangsel Cabuli Anak Kandungnya Sendiri

Ibu di Tangsel Cabuli Anak Kandungnya Sendiri

Megapolitan
Diduga Cabuli Muridnya, Pelatih Les Renang di Bogor Ditangkap

Diduga Cabuli Muridnya, Pelatih Les Renang di Bogor Ditangkap

Megapolitan
Laman PPDB Depok Gangguan di Hari Pertama karena Pendaftaran TK, SD, dan SMP Digabung di Satu 'Website'

Laman PPDB Depok Gangguan di Hari Pertama karena Pendaftaran TK, SD, dan SMP Digabung di Satu "Website"

Megapolitan
Bocah di Jatiasih Tewas Usai Terjatuh dari JPO ke Jalan Tol

Bocah di Jatiasih Tewas Usai Terjatuh dari JPO ke Jalan Tol

Megapolitan
Cabuli Anak Sendiri, Ibu di Tangsel Mengaku Disuruh Kenalan dari Facebook

Cabuli Anak Sendiri, Ibu di Tangsel Mengaku Disuruh Kenalan dari Facebook

Megapolitan
Transjakarta Modifikasi Rute 1B dan 2P supaya Terintegrasi ke MRT hingga KRL

Transjakarta Modifikasi Rute 1B dan 2P supaya Terintegrasi ke MRT hingga KRL

Megapolitan
Banyak Pengendara Gunakan Pelat Dinas Palsu, Sosiolog: Menunjukkan Adanya Arogansi dan Kecemburuan Sosial

Banyak Pengendara Gunakan Pelat Dinas Palsu, Sosiolog: Menunjukkan Adanya Arogansi dan Kecemburuan Sosial

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com