Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Pengelolaan Sampah Ibu Kota

Kompas.com - 04/08/2016, 17:00 WIB

Imat (56) duduk termenung di lantai area pembuatan kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi, Minggu (31/72016). Seusai memulung, dia melepas lelah di lokasi yang menjadi tempat kerjanya sehari-hari.

Selama 10 tahun terakhir, Imat biasa bekerja sebagai buruh harian lepas di area pembuatan kompos TPST Bantargebang dengan upah Rp 40.000 per hari. Sepulang dari kerja, ia mencari tambahan penghasilan dengan memulung sampah.

Namun, sejak TPST Bantargebang diambil alih Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 19 Juli silam, belum tampak lagi aktivitas pengolahan kompos di areal tersebut. Alhasil, nasib Imat dan sejumlah pekerja harian lepas terkatung-katung tanpa kejelasan.

Sejak itu pula, hampir setiap hari Imat mampir ke area pembuatan kompos. Dia berharap ada perwakilan dari Pemprov DKI Jakarta yang memberikan informasi mengenai nasib buruh harian lepas di pembuatan kompos tersebut.

"Setiap hari saya ke sini untuk menunggu kejelasan. Mau nanyain kapan bisa kerja lagi, kan, saya butuh biaya untuk hidup sehari-hari," ujar bapak empat anak ini.

Sembari menunggu kejelasan nasibnya, setiap hari Imat hanya memulung sampah plastik dengan penghasilan tak menentu. Dia berharap dapat direkrut sebagai pekerja harian lepas yang digaji setara upah minimum Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 3,1 juta per bulan.

Nyonih (50), salah satu pekerja harian lepas, mengaku belum mendapat informasi mengenai status dan upah setelah pengelolaan TPST Bantargebang diambil alih Pemprov DKI Jakarta dari PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI).

"Kami, sih, sudah kirim lamaran lagi ke Pemprov DKI, tetapi sampai sekarang belum jelas kapan kami bisa kerja lagi," ujar Nyonih saat ditemui di TPST Bantargebang, Rabu (3/8).

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengambil alih pengelolaan TPST Bantargebang setelah memutus kontrak kerja PT GTJ dan PT NOEI. Sehari berselang atau pada 20 Juli 2016 pukul 00.00, sebanyak 53 alat berat yang biasa mengeruk sampah di titik buang pun "turun gunung". Tak terkecuali alat berat di area pengolahan kompos.

"Sejak alat milik PT Godang Tua Jaya turun, semua (aktivitas) berhenti," ujar seorang pekerja, Amih (60).

Sejak itu pula, Amih dan rekan-rekannya tetap datang ke tempat pengolahan, tetapi hanya duduk dan mengobrol. Biasanya, Amih bertugas membersihkan lokasi di sekitar mesin ayak di pengolahan kompos dengan upah Rp 32.000 per hari yang dibayar per dua minggu.

Sejumlah operator alat berat pun menanti kejelasan serupa. Seperti Sarmud (60), salah satu operator buldoser, yang belum memperoleh uang makan harian sejak TPST Bantargebang diambil alih Pemprov DKI Jakarta. Ia bekerja untuk perusahaan yang menyewakan alat berat kepada Pemprov DKI Jakarta.

"Kalau saya tanya perusahaan saya, katanya uang makan jadi tanggung jawab DKI Jakarta. Namun, sampai saat ini kok belum dibayar juga," ujarnya.

Untuk makan sehari-hari, Sarmud kini berutang kepada pedagang makanan dan minuman di dalam areal TPST Bantargebang.

Sederet pekerjaan rumah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Megapolitan
BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com