JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang kasus dugaan penodaan agama terdakwa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan, tim penasihat hukum Ahok tidak tepat menyampaikan penetapan Ahok sebagai tersangka tidak sesuai prosedur pada proses peradilan.
JPU Ali Mukartono mengatakan, keberatan terkai hal itu seharusnya disampaikan dalam sidang praperadilan.
"Jika menurut penasihat hukum penetapan tersangka Ahok tidak sesuai dengan prosedur, seharusnya diajukan dalam sidang praperadilan, bukan dalam tahap penyampaian keberatan atau eksepsi," kata Ali dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang digelar di bekas gedung PN Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada, Selasa (20/12/2016).
Ali menuturkan, penetapan Ahok sebagai tersangka merupakan kewenangan pihak kepolisian. Oleh karena itu, JPU menyebut tidak tepat ketika penasihat hukum Ahok menyatakan penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sesuai dengan prosedur dan melanggar HAM dalam eksepsinya.
"Karena sampai saat ini belum ada putusan pengadilan terhadap salah atau tidaknya penetapan terdakwa sebagai tersangka," kata Ali.
Tim penasihat hukum Ahok dalam sidang perdana pada Selasa (13/12/2016) lalu menyatakan, penetapan Ahok sebagai tersangka tidak sesuai prosedur. Sebabnya, tidak ada surat perintah penyidikan atau sprindik. Sprindik baru diterbitkan pada 16 November 2016. Sementara pada waktu itu, Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, sprindik seharusnya diterbitkan sebelum waktu tersebut, sebelum penyidikan dilakukan.
Ahok telah didakwa dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP karena diduga telah melakukan penodaan terhadap agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.