Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debt Collector Resahkan Warga

Kompas.com - 24/11/2008, 08:25 WIB

JAKARTA, SENIN —  Aksi para debt colector atau penagih utang yang melakukan penagihan dengan cara-cara premanisme dikeluhkan masyarakat. Sejumlah penagih utang juga kerap mengeluarkan ancaman kekerasan dan kata-kata tak sopan termasuk ketika berhadapan dengan perempuan.

Seorang ibu rumah tangga—sebut saja—Ny Amin (40), mengaku memiliki pengalaman buruk dengan debt collector, sekitar setengah tahun lalu. Saat itu, ibu dua anak yang tinggal di Rawamangun, Jakarta Timur, ini diteror debt collector yang menagih tunggakan kartu kredit suaminya sebesar Rp 12 juta.

Menurut Ny Amin, beberapa tahun lalu, suaminya merintis usaha rental mobil.  Setelah sempat sukses, pada akhir tahun 2007, usaha rental mobil tersebut bangkrut. Sang suami, bersama teman-temannya, lantas membuka usaha baru di Jambi dan Riau.

Pada Februari 2008, teror dari debt collector itu mulai muncul. Awalnya, Ny Amin berkali-kali ditelepon penagih utang yang minta pelunasan tagihan kartu kredit sebesar Rp 12 juta. Kepada penagih utang, Ny Amin menjelaskan bahwa usahanya sedang bangkrut dan suaminya berada di luar Jawa untuk memulai usaha baru. Namun, penagih utang tersebut tak mau tahu.

Menurut Ny Amin, setiap hari, antara pertengahan Februari sampai Maret 2008, seseorang yang mengaku dari bank penerbit kartu kredit suaminya, menelepon ke rumah dan memaki-maki. ”Saya dan anak-anak jadi takut menerima telepon,” katanya.

Penagih utang tersebut mengatakan agar dirinya jangan menyembunyikan sang suami. Dia juga mengatakan ke mana pun Ny Amin dan keluarganya bersembunyi, para penagih utang pasti dapat menemukan. ”Saya sudah bilang bahwa suami saya ada di Riau dan utangnya pasti akan dibayar bila usahanya berjalan mulus. Tapi dia tetap mengancam saya dan bilang agar saya menyampaikannya ke suami,” katanya.

Kekerasan

Pada April 2008, dua penagih utang—terdiri atas dua pria berbadan tinggi dan tegap—datang ke rumah Ny Amin dan menunjukkan surat utang suami Ny Amin sebesar Rp 12 juta. ”Mereka berkata dengan nada tinggi agar saya memberi tahu keberadaan suami saya,” ujarnya. ”Saya dan anak saya menangis namun mereka tetap mengancam kami. Mereka memberi waktu seminggu agar saya menyiapkan uang Rp 12 juta,” imbuh Ny Amin.

Seminggu kemudian, para debt colector itu datang kembali. Kali ini mereka bertiga, salah satunya wanita. ”Waktu itu, si perempuan mendorong saya ke dinding sampai punggung saya bengkak,” kata Ny Amin. Dia pun dipaksa menelepon suaminya. Namun, berhubung suaminya tidak bisa dihubungi, Ny Amin dianggap berbohong. ”Mereka tak percaya dan si perempuan menarik rambut saya dan mendorong badan saya ke tembok,” ujarnya.

Ny Amin kemudian menghubungi adiknya. Sang adik lantas menghubungi bank penerbit kartu kredit itu dan mendapat informasi bahwa penagihan dilakukan oleh pihak ketiga. Adik Ny Amin kemudian menemui pimpinan perusahaan yang membawahi para debt collector tersebut dan menyerahkan uang Rp 1 juta sebagai tanda pihak Ny Amin beriktikad baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com