Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debt Collector Resahkan Warga

Kompas.com - 24/11/2008, 08:25 WIB

Namun, beberapa hari kemudian, para debt colector itu kembali datang. Mereka minta Ny Amin menyerahkan perhiasan atau barang berharga. ”Saya punya kalung emas 3 gram. Karena takut, saya serahkan kalung itu kepada mereka,” ujarnya. Pada Mei, suami Ny Amin datang ke Jakarta dan menyelesaikan urusan tersebut sehingga teror dari debt collector pun berhenti.

Pengalaman diteror debt collector kartu kredit juga dialami Handi (35), warga Cibubur, Jakarta Timur. Pada September 2007, Handi yang menunggak pembayaran kartu kredit sebesar Rp 5 juta diteror melalui telepon. ”Dalam seminggu, setidaknya empat kali mereka menelepon. Mereka menagih sambil mengancam dan bukan mengajak bernegosiasi,” katanya.

Puncaknya, sejumlah debt collector mendatangi rumahnya menjelang tengah malam. ”Mereka datang ke rumah saya jam 22.00 dan langsung meminta uang serta mengancam,” ujarnya. Karena tak mau ribut-ribut, Handi menyerahkan uang Rp 500.000. ”Sebab mereka memaksa, dan cuma itu uang yang saya punya saat itu,” ujarnya. Teror tersebut berhenti setelah Handi menyelesaikan kewajibannya. Handi maupun Ny Amin mengatakan bahwa kehadiran para debt collector tersebut sangat meresahkan mereka.

Keresahan warga ini direspons Polri dengan memasukkan debt collector sebagai target razia premanisme yang dilancarkan selama bulan November 2008. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Abubakar

Nataprawira mengatakan razia terhadap para debt colector ini akan digelar serentak khususnya di lima polda yakni Polda Metro Jaya, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Namun, tidak semua debt collector melakukan cara-cara kotor dalam melakukan tugasnya. Ardin Carlo,

Manajer Umum CV Baron Putra Pratama Ardin Carlo (perusahaan jasa pengamanan dan penyelesaian utang-piutang) mengatakan semua staf penagih utang di perusahaannya sudah mendapat pelatihan sehingga bekerja dalam koridor hukum. ”Tak ada ancam-ancaman dalam kamus kami, apalagi sampai menggunakan kekerasan,” katanya kepada Warta Kota, beberapa hari lalu.

Imbalan atau fee atas jasa penagihan utang yang diterima perusahaan, kata Ardin, berkisar 15-20 persen dari jumlah utang. ”Sebelum bekerja, kami mesti mendapat surat kuasa penagihan utang dari yang memberi order dan mengetahui berapa jumlah utang yang ditagih,” ujarnya.

Ardin Carlo menyambut baik tekad Polri merazia para debt collector yang meresahkan masyarakat karena tindakan itu dapat memperbaiki imej debt colector yang selama ini bertindak sesuai koridor hukum. ”Saya mendukung sikap Polri agar imej perusahaan seperti perusahaan kami menjadi baik,” katanya.

Ardin mengatakan perusahaannya lebih banyak melayani klien perorangan daripada institusi seperti bank atau perusahaan penerbit kartu kredit. Selain itu, ketika menerima pekerjaan dari bank, Ardin akan mempelajari kasusnya dulu untuk mengetahui apakah adakah kesalahan pada pihak bank maupun di pihak debitur (orang yang berutang). (bum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com