Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguatkan Degup Jantung Ekonomi

Kompas.com - 04/03/2011, 02:49 WIB

Kemacetan panjang ribuan truk yang hendak menyeberang dari Pelabuhan Merak di Pulau Jawa menuju Pelabuhan Bakauheni di Sumatera beberapa minggu terakhir menggambarkan rapuhnya sistem logistik nasional. Kerusakan beberapa kapal penyeberangan membuat pengangkutan barang antara dua pulau terganggu.

Kerapuhan sistem logistik nasional (sislognas) juga tecermin dari jatuhnya harga beras di tingkat petani saat panen, sementara harga di tingkat konsumen tetap tinggi.

”Harga gabah kering pungut di petani saat musim panen ini di Kerawang tinggal Rp 3.000 per kilogram, sementara harga beras di konsumen masih Rp 6.000-Rp 7.000,” kata Oo Sutisna, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jawa Barat, pekan lalu.

Tercerai berainya titik simpul sistem logistik nasional juga mengakibatkan besarnya perbedaan harga antara Jawa dan luar Jawa, di daerah tertinggal dan terpencil, bahkan di Jawa. Di kabupaten pegunungan di Papua, harga satu kantong semen bisa lebih dari 10 kali lipat harga di Jakarta, yang harganya Rp 65.00-Rp 70.000/50 kg.

Rapuhnya sislognas juga dicerminkan kisruh pupuk urea beberapa waktu lalu. Surat keputusan Menperindag Nomor 70 Tahun 2003 tentang rayonisasi penyaluran pupuk membuat pergerakan pupuk tidak fleksibel ketika ada kelangkaan di rayon berbeda. Apalagi ketika pemerintah menetapkan pupuk bersubsidi, antara lain urea, sebagai barang dalam pengawasan. Di lapangan, pengawasan dapat berubah jadi pungli.

”Sistem sebelumnya melalui holding yang membawahi semua pabrik pupuk. Holding mencocokkan antara kebutuhan tiap daerah dengan produksi total semua pabrik pupuk, lalu mengatur pola pendistribusian ke daerah. Cara ini fleksibel ketika ada daerah kekurangan pupuk,” tutur Ketua Umum Dewan Pupuk Indonesia Zaenal Soedjais, Selasa (5/2). Belakangan kelangkaan pupuk tak terdengar lagi karena menurut Soedjais petani memiliki alternatif, yaitu pupuk organik dan pupuk hayati.

Sistem logistik

Pemerintah bukannya tak menyadari arti penting sislognas. Januari 2010 hadir Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Logistik diartikan sebagai sistem tata kelola arus barang, arus informasi, dan arus uang melalui proses pengadaan, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai jenis, kualitas, jumlah, waktu, dan tempat yang dikehendaki konsumen. Arus dimulai dari titik asal sampai titik tujuan, berjalan efektif dan efisien.

Cetak biru mengidentifikasi berbagai kelemahan, mulai dari belum adanya fokus komoditas yang menjadi komitmen nasional, belum memadainya kuantitas dan kualitas infrastruktur, terbatasnya kemampuan dan jumlah pelaku logistik nasional di tingkat nasional dan global, belum adanya jaringan teknologi informasi andal yang diperlukan antara lain dalam pengelolaan stok barang, hingga tidak adanya lembaga yang menyatukan kegiatan lintas sektor tersebut.

Direktur Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok Institut Teknologi Bandung Prof Dr Ir Senator Nur Bahagia mengatakan, sislognas semakin mendesak segera diwujudkan karena terjadi perubahan cepat dalam arah bisnis dan industri yang menentukan daya saing produk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com