Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Jakarta Dikepung Api!

Kompas.com - 12/08/2012, 11:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Jakarta Dikepung Api", begitulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi ibu kota beberapa hari terakhir. Bagaimana tidak, tercatat, empat hingga lima titik di DKI menjadi sasaran si jago merah setiap harinya. Kebanyakan titik pun merupakan pemukiman padat penduduk. Penyebab amukan api rata-rata diakibatkan kelalaian manusia.

Mulai dari kondisi rumah semi permanen yang saling berhimpitan, lingkungan yang kumuh, ketidakteraturan tata kelola kabel listrik, hingga kebiasaan warga yang kerap mengabaikan hal sepele pada peralatan rumah tangga turut memicu terjadinya kebakaran. Setelah musibah itu terjadi, tangis dan kesedihan pun muncul dari balik tenda-tenda pengungsian.

Pekan kedua bulan Agustus 2012 menjadi sorotan. Senin (6/8/2012), pukul 12.45 WIB, ratusan rumah semi permanen di pemukiman padat penduduk RT 12 RW 09, Kampung Jembatan, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, menjadi korban amukan api. Warga setempat yang kebanyakan berprofesi sebagai pengumpul barang bekas, berhamburan keluar rumah sambil berusaha menyelamatkan barang berharga mereka.

Api yang diduga berasal dari korsleting listrik tersebut membuat warga kehilangan tempat tinggal sekaligus mata pencaharian. Kerugian pun diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini belum termasuk kerugian kepala keluarga yang menganggur akibat mata pencahariannya terkubur dalam kobaran api. Malamnya, sebanyak 565 kepala keluarga di pemukiman padat penduduk di Kalimati, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kehilangan tempat tinggal.

Api meluluhlantakkan rumah semi permanen yang terletak di RT 01 hingga RT 04. Sebanyak 40 mobil DPK baru berhasil memadamkan api yang berkobar sejak pukul 19.35 WIB sekitar lima jam setelahnya. Menurut Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) Provinsi DKI Jakarta, api berasal dari percikan api dari sebuah kabel charger ponsel milik salah satu warga. Pemilik ponsel yang diketahui berjenis kelamin laki-laki itu pun diperiksa di kantor polisi.

Belum habis cerita Karet Tengsing, api kembali mengamuk Rabu (8/8/2012) dini hari. Kali ini api melalap sekitar 75 rumah di kawasan padat penduduk, Krendang, Tambora, Jakarta Barat. Api yang berasal dari hubungan pendek arus listrik sebuah usaha konveksi itu menyebabkan sekitar 100 kepala keluarga mesti putar otak, kemana mereka harus tinggal. Kebakaran di Kecamatan terpadat se-Asia Tenggara tersebut merupakan kali ke dua selama bulan puasa.

Sabtu (28/7/2012) sebelumnya, sebanyak 1.350 warga juga kehilangan rumah dan harta bendanya. Tak hanya korban harta, dua anak balita, Rama (4) dan Andin Lestari (3,5) menjadi korban meninggal dunia dalam musibah itu.

Rekayasa Sosial, Mungkinkah?

Rentetan musibah kebakaran yang terjadi di ibukota tercinta sepatutnya tak terjadi asalkan ada perencanaan tata kawasan yang mendukung. Bagaimana sang pengambil kebijakan mampu menciptakan pemukiman yang bebas kebakaran sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka. Mengingat, api kerap melanda pemukiman padat penduduk yang notabene dihuni warga kelas dua.

Pengamat perkotaan Nirwana Yoga mengatakan, bukan hal yang mustahil DKI Jakarta menjadi kota yang bebas akan musibah kebakaran. Singapura adalah salah satu contohnya. Dalam 15 tahun, pemerintahnya mampu membangun kota yang minim laporan kebakaran. Mungkinkah Jakarta mengikuti?

"Mereka melakukan rekayasa sosial. Jakarta butuh itu. Peremajaan kawasan, dimana tidak hanya tempat tinggalnya, tapi juga gaya hidup dan tata kelolanya juga diubah," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/8/2012) sore.

Rekayasa sosial itu tak hanya sekedar pembangunan rumah susun yang digembar-gemborkan beberapa calon gubernur. Menurut Yoga, hal itu juga tidak cukup untuk mewujudkan DKI Jakarta sebagai kota yang bebas kebakaran. Harus ada kebijakan terpadu yang mampu mengubah gaya hidup warga melalui peningkatan kesejahteraan.

Ia yakin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki peta kawasan rawan kebakaran. Selayaknya, peta tersebut dijadikan basis perencanaan peremajaan kawasan, terutama pemukiman padat. Dengan bantuan APBD serta keberadaan perusahaan pengembang properti yang ada di ibu kota, program solutif semacam itu dapat terwujud.

"Programkan 123. 1, bangun hotel atau tempat bisnis. 2, bangun apartemen atau 3, bangun rumah susun. Mereka yang tinggal di rusun memiliki pekerjaan di kawasan itu, di sana mereka bisa mengembangkan ekonominya, gaya hidup nggak teratur otomatis akan berubah juga," lanjutnya.

Yoga melanjutkan, apabila warga yang selama ini bermukim di pemukiman padat bermigrasi ke rumah susun, maka tata kelola air, listrik, material bangunan dan sebagainya pun menjadi teratur. Kendati demikian, ia mengakui program tersebut butuh kecermatan dan ketelitian dalam menjalankannya. Namun, bukan berarti tidak mungkin.

"Sangat mungkin dilakukan di Jakarta," kata Yoga. Dirinya mengatakan, jika sungguh-sungguh, program ini dapat terwujud dalam waktu kurang dari 15 tahun.

Kini, warga DKI hanya bisa berharap, pemerintah memiliki keinginan kuat membebaskan kotanya dari bencana kebakaran dan tidak hanya mengandalkan kewaspadaan warganya. Dengan program solutif, salah satunya rekayasa sosial, bukan tidak mungkin musibah kebakaran di ibu kota tinggal cerita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com