Banda Aceh, Kompas -
Demikian data yang disampaikan Balai Syura Ureung Inong Aceh, Jumat (29/3). Data itu hasil penelusuran Balai Syura Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam dua tahun terakhir di Aceh.
Ketua Presidium Balai Syura Urueng Inong Aceh Nursiti, mengungkapkan, dari 1.060 kasus tersebut, 561 kasus telah diverifikasi dan dianalisis yang kemudian diketahui 73,6 persen di antaranya adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Sisanya sebesar 26,3 persen merupakan kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat.
”Dari kedua kategori kekerasan itu, kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan dominan dan terjadi baik di publik maupun domestik,” kata Nursiti.
Ironisnya, sebesar 76,2 persen kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi dalam masyarakat juga dilakukan oleh orang-orang yang dikenal baik oleh korban, seperti tetangga, guru, teman, atasan, maupun aparat gampong. Tercatat juga sebanyak 27 kasus incest (kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga) yang menimpa anak dalam rumah tangga.
Nursiti berharap, data kekerasan ini menjadi data awal untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan di Aceh melalui berbagai strategi, baik be-
Nursiti mengungkapkan, banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh yang tidak dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Selain karena faktor kemiskinan, kesadaran untuk melaporkan dan peran pemerintah untuk dapat mendampingi korban masih minim.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengapresiasi aktivis perempuan Aceh yang kritis melihat permasalahan kekerasan ini hingga membuka mata semua pihak untuk menyorot sisi lemah dari perangkat yang ada.