Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Perlu Demontrasi Buruh Setiap Tahun?

Kompas.com - 31/10/2013, 14:39 WIB
Andy Riza Hidayat

Penulis

Sumber KOMPAS

JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap akhir tahun, hampir selalu ada demonstrasi besar-besaran tentang pengupahan. Hal ini terjadi lantaran tarik menarik kepentingan buruh dan pengusaha mengenai ketetapan upah.

Baik buruh dan pengusaha sebenarnya tergabung dalam satu lembaga di dewan pengupahan. Selain keterwakilan kedua pihak, ada perwakilan pakar, akademisi, dan pemerintah di dalamnya. Lembaga ini bekerja sejak awal tahun melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai salah satu komponen penentu upah minimum provinsi/kota.

"Karena sudah ada lembaganya, sebaiknya masing-masing unsur berjuang di dalam dewan pengupahan. Sampaikanlah argumentasi yang kuat dan masuk akal dalam dewan pengupahan. Saya kira lebih baik berjuang lewat lembaga itu daripada melakukan demonstrasi berhari-hari," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta Priyono, Kamis (31/10) di Jakarta.

Mekanisme penetapan nilai upah minimum juga mengatur tentang keberatan jika masing-masing pihak tidak menerima keputusan dewan. Priyono berpendapat, selain menghabiskan energi, demonstrasi rawan disusupi kepentingan di luar buruh. "Apakah kita mau terus menerus begini?" tanyanya.

Di DKI Jakarta, jauh-jauh hari sebelum digelar sidang dewan pengupahan, sudah terjadi demonstrasi buruh. Saat sidang pertama pada Rabu (30/10) kemarin, buruh juga menggelar demonstrasi. Sidang ditunda karena hanya ada satu unsur buruh, dari minimal empat orang, yang hadir dalam sidang.

Kamis (31/10) ini, demonstrasi kembali terjadi di sejumlah tempat di Ibu Kota. Rencananya, sore ini sidang dewan pengupahan kembali digelar.

Jazuli, unsur perwakilan buruh dalam dewan pengupahan menyampaikan demonstrasi adalah bagian perjuangan buruh. Tidak ada pasal hukum yang melarang buruh demonstrasi sejauh tidak anarkis.

"Jangan melarang demonstrasi buruh, itu hak kami," kata Jazuli.

Demonstrasi, katanya, perlu dilakukan karena seringkali kepentingan buruh tidak terakomodir dalam dewan pengupahan. Seperti saat ini, ada perbedaan mendasar penetapan KHL versi buruh dengan dewan pengupahan.

Sesuai survei buruh, nilai KHL tahun 2013 sebesar Rp 2,7 juta per bulan. Sementara hasil survei dewan pengupahan Rp 2,29 juta per bulan. Perbedaan angka ini yang mmembuat penetapan upah kemarin menemui jalan buntu.

Sementara anggota dewan pengupahan dari unsur pengusaha Sarman Simanjorang berpendapat, forum sidang bisa dimaksimalkan buruh memperjuangkan haknya. Demonstrasi di jalan hanya akan membuka adanya persoalan lain di luar penetapan upah.

"Mogok dan demonstrasi bisa merugikan banyak orang," kata Sarman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Megapolitan
Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Megapolitan
Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Megapolitan
Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com