"Kalau enggak mau bayar Rp 500.000, ya makanya jangan ngetem sembarangan. Gampang kan? Kok sulit amat sih?" ujar Jokowi kepada wartawan di Balaikota pada Jumat (27/12/2013).
Jokowi mengatakan, tidak ada cara lain untuk menjadikan warga Jakarta tertib hukum dan tertib sosial selain menerapkan denda maksimal bagi pelanggarnya.
Sterilisasi jalur Transjakarta, lanjut Jokowi, adalah salah satu contoh efektifnya denda maksimal.
Sementara, soal alasan kurangnya fasilitas halte untuk tempat pemberhentian angkutan kota, Jokowi menegaskan hal tersebut bukanlah alasan.
Menurut Jokowi, ada halte yang tersedia pun, para sopir angkutan tidak menggunakan sebagaimana mestinya.
"Jakarta apa sih yang ndak ada. Terminal ada halte lengkap. Cuma masalahnya dipakai orang-orang atau ndak? Ndak kan," lanjutnya.
Jokowi menegaskan, denda maksimal bukan untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu.
Menurutnya, kebijakan tersebut berorientasi kepada masyarakat umum, demi terciptanya tertib hukum dan tertib sosial.
Oleh sebab itu, Jokowi mengimbau supaya para sopir angkot melaksanakan peraturan yang sudah berlaku.
Sebelumnya diberitakan, meski belum diberlakukan serta masih wacana, denda maksimal bagi angkot yang ngetem sembarangan belum-belum mendapat penolakan dari sopir angkot itu sendiri.
Kebijakan itu dianggap memberatkan para sopir angkot Jakarta.
"Enggak setuju. Sama saja nyekek orang namanya, ujar Slamet (38), salah satu sopir angkot 02 jurusan Pulogadung-Kampung Melayu.