Menurut Y, RD beralasan ingin bermain game online. "Anak saya paling main game di warnet. Itupun sebulan sekali. Keadaan kita juga sulit, enggak ada saya kasih uang lebih juga," ungkap Y kepada Kompas.com, Rabu (11/16/2014).
Y juga menegaskan bahwa putranya mengaku tidak melakukan yang dituduhkan tersebut.
Sementara itu H, orangtua salah korban, mengatakan RD beberapa kali ke warnet dan melihat konten dewasa. "Anaknya (RD) waktu itu ngakunya tahu hal seperti itu dari internet," ucapnya.
Seperti diberitakan dalam pemeriksaan di kepolisian, RD mengakui perbuatannya. Dia juga mengaku terinspirasi film porno yang ditontonnya di warnet.
Sementara itu psikolog anak, Seto Mulyadi mengatakan seorang anak yang melakukan penyimpangan seperti itu karena kurangnya perhatian di lingkungannya seperti di rumah ataupun kurangnya apresiasi di sekolah. Sehingga sang anak mencari hiburan ke warnet.
"Saat di warnet karena tidak adanya pengawasan sang anak seringkali membuka konten dewasa," jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, bila anak yang memang mempunyai bakat penyimpangan seperti itu, kemungkinan akan mempraktikkannya. "Tergantung anaknya, potensi setiap anak memang berbeda," tambahnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, selain pengawasan konten dewasa oleh kominfo, pengawasan dari keluarga dan masyarakat sangat berperan. "Makanya kita harus membuat satgas perlindungan anak, untuk mengawasi setiap kegiatan anak di warnet," tuntasnya.
Sebelumnya, RD diduga melakukan kejahatan seksual di Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara. Lima orang bocah sudah mengaku menjadi korban perbuatan RD. Dua korban adalah bocah perempuan, yaitu F dan E.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.