Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Pemimpin Umum Kompas St Sularto dalam sebuah acara di Gedung Kompas, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2014).
Pemberian penghargaan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan hari ulang tahun ke-49 Kompas, yang jatuh pada 28 Juni mendatang. Kelima cendekiawan tersebut adalah Prof Ir Eko Budiharjo, Msc; Franz Magnis Suseno, SJ; Radhar Panca Dahana; Sulastomo; dan Sulistyowati Irianto.
"Kami mengucapkan selamat dan terima kasih atas segala dedikasi kelima tokoh cendekiawan Kompas yang secara konsisten sejak lama mau menulis, mencurahkan ide, dan konsep pikirnya ke dalam Harian Kompas. Kami bangga karena kesetiaannya kepada Kompas," kata St Sularto, yang mewakili Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama.
Dalam memberikan penghargaan, ada beberapa aspek yang dinilai oleh redaksi, antara lain penghargaan dan ketekunan secara etis dan estetis dalam memperjuangkan demokratisasi pada halaman opini Harian Kompas.
Kemudian, mengenai pemikiran Indonesia kecil yang diserap lalu dikembangkan oleh Harian Kompas untuk secara tidak langsung memberikan ruang kepada mereka beropini secara berimbang.
"Jadi sebenarnya banyak sekitar seratusan calon yang kami pilih. Cuma untuk tahun ini fokus kepada lima tokoh ini. Di tahun-tahun berikutnya, calon yang tidak terpilih bisa kami sertakan kembali. Untuk penghargaan cendekiawan berdedikasi Kompas sudah ada sejak 2008 lalu," ujar Sularto kepada Kompas.com.
Salah satu penerima penghargaan, Franz Magnis Suseno, menyatakan, ia tidak menyangka bakal menerima penghargaan dari surat kabar yang menurut ia telah membesarkan namanya tersebut.
"Saya tidak menyangka sama sekali. Sejak di Jakarta tahun 1969 lalu, jujur saya telah dilindungi oleh Kompas sampai sekarang. Ini dapat penghargaan. Terima kasih sekali," kata pria yang akrab disapa Romo Magnis tersebut.
Romo Magnis, yang dikenal sebagai rohaniwan, pendidik, dan budayawan itu, menulis di Kompas sejak tahun 1970 dengan tulisan berjudul "Mentjinjang Pastor".
Sementara itu, Eko Budiharjo sudah menelurkan 111 tulisan mengenai tata kota dan seribu permasalahannya. Dalam salah satu tulisannya, Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, periode 1998-2006 tersebut, mengatakan, "Lebih sedikit wajah pejabat yang nampang di jalan, lebih indah wajah kotanya."
Penerima penghargaan Kompas lainnya, Radhar Panca Dahana sudah melahirkan 200 tulisan yang dimuat di Harian Kompas. Karya pertamanya adalah sebuah cerita pendek berjudul "Tamu Tak Diundang" yang dibuatnya pada usia 13 tahun.
Cendekiawan lainnya, Sulastomo, merupakan salah satu penggagas berdirinya Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis (PPTI). Sarjana Kedokteran Universitas Indonesia itu telah menghasilkan 209 tulisan di Harian Kompas, yang terutama fokus pada bidang kesehatan dan jaminan sosial.
Sementara itu, Sulistyowati Irianto, guru besar bidang Antropologi Hukum menghasilkan sekitar 18 tulisan di Harian Kompas sejak pertama kalinya dimuat pada Desember 2002. Hasil buku yang dikarangnya antara lain berjudul, Runtuhnya Sekat Perdata dan Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.