Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak Dibiarkan Rusak

Kompas.com - 17/02/2015, 20:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai hulu dari sebagian besar sungai yang mengaliri Jabodetabek terkesan dibiarkan tenggelam dalam kerusakan yang terus menggerogotinya. Kerusakan terutama terlihat nyata di tiga kecamatan, yakni Cisarua, Megamendung, dan Ciawi.

Indikasi pembiaran itu bisa dilihat dari kebijakan pengusulan pemanfaatan dana hibah 2015 dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di dalam proposal tidak dicantumkan rencana lanjutan pembongkaran bangunan ilegal. Padahal, kegiatan serupa sudah diwujudkan pada 2013-2014 dengan pembongkaran 231 unit bangunan. Masih ada sekitar 300 bangunan yang disegel karena tidak berizin, tetapi tidak jelas akan dibongkar atau tidak.

Pelaksana Tugas Bupati Bogor Nurhayanti, Senin (16/2), mengatakan, dana hibah dari Jakarta yang akan diterima kabupaten berpenduduk hampir 5 juta jiwa ini senilai Rp 67,4 miliar.

Khusus untuk mengurangi banjir Jakarta, sebagian dana hibah akan dipakai untuk membangun sejumlah kolam bioretensi, sumur resapan, dan penanaman pohon di Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Angke, pembebasan lahan dan proyek sodetan Setu Cikaret dan Setu Kabantenan, dan pembangunan instalasi pengolahan air limbah di tepi sungai di Jonggol, Cibinong, dan Citaringgul.

”Terhentinya pembongkaran vila membuktikan pemerintah tidak serius menangani kerusakan Puncak,” kata Koordinator Konsorsium Penyelamatan Puncak Ernan Rustiandi.

Konsorsium mencatat beberapa lokasi vila yang dibongkar di Cisarua dan Megamendung dibangun kembali dan belum ditindak. Menurut Ernan, akar masalah keberadaan bangunan ilegal di kawasan lindung atau lahan negara tidak bisa selesai dengan pembongkaran.

”Masalah pelanggaran hukum penguasaan atau pemilikan tanah negara oleh individu yang seharusnya diusut lewat proses hukum tidak dijalani,” kata Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ini.

Selalu pendekatan fisik

Penanganan kerusakan Puncak, menurut Ernan, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan proyek fisik. Lihat saja program membangun puluhan dam penahan dan dam pengendali, waduk, sodetan Ciliwung-Cisadane, pengerukan, pelebaran, dan penanggulan sungai dan danau, serta membuat kolam-kolam rentensi dan sumur-sumur resapan. Padahal, proyek fisik itu yang belum banyak terwujud sehingga tidak bisa dibuktikan efektivitasnya menangani banjir.

Hingga Senin kemarin, misalnya, belum ada satu pun proyek pengendali banjir yang terbangun di kawasan Puncak. Dua waduk yang ditujukan untuk menanggulangi banjir di Jakarta dan sekitarnya itu menurut rencana dibangun di Desa Cipayung dan Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung.

”Lokasi waduknya memang di sekitar sini, tetapi titik persisnya belum tahu. Kita juga belum tahu kapan ada pembebasan lahan,” ujar Deden (29), warga Kampung Cibogo, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung.

Warga juga tidak tahu lokasi rencana pembangunan puluhan dam di Puncak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Camat Cisarua Bayu Ramawanto mengatakan, pihaknya belum pernah mendengar adanya rencana pembangunan 90 dam di kawasan hulu Ciliwung. ”Saya belum mendengar karena di Musrenbang (musyawarah perencanaan dan pembangunan) juga belum pernah dibahas,” kata Bayu.

Mantan Camat Megamendung ini juga menyebutkan, pembangunan dua waduk di Megamendung sebenarnya direncanakan sejak 2005 saat DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso. Wacana pembangunan waduk selalu bergulir saat banjir melanda Jakarta, tetapi belum pernah terealisasi hingga kini.

Bayu menampik jika banjir di Jakarta disebabkan kondisi di puncak semata yang saat ini semakin kritis akibat berkurangnya lahan resapan air. Alasannya, saat banjir melanda Jakarta pada Senin (9/2) lalu, ketinggian air di Bendung Katulampa dalam keadaan normal. ”Jangan selalu menuding Puncak jika Jakarta kebanjiran,” ujarnya.

Tak ada pembebasan lahan

”Tidak akan ada urusan pembebasan lahan karena pembangunan ini di hutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar seusai kegiatan di Pekanbaru, Riau, kemarin. Pemanfaatan lahan hutan adalah urusan Kementerian LHK sehingga pembangunan dam bisa segera dikerjakan tahun ini.

Dari sisi pembiayaan pun sudah tidak ada masalah. Menurut Siti, setelah anggaran disahkan pada Jumat (20/2), kementerian diberi waktu untuk membuat perincian hingga 24 Februari untuk kemudian disetujui. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga berkomitmen membiayai pembangunan dam pengendali yang berjumlah 40 dam, sedangkan pembiayaan 150 dam penahan merupakan tanggung jawab Kementerian LHK. (BRO/ILO/JOG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com