Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra: Anggaran Siluman Biasanya untuk Kembalikan Dana Kampanye

Kompas.com - 07/03/2015, 15:21 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan asumsi terjadi kongkalikong antara eksekutif, legislatif, dan pengusaha "hitam" dalam proses penyusunan anggaran terjadi di hampir semua daerah. Bukan hanya terjadi di Jakarta saja dalam kisruh penyusunan APBD tahun ini.

"Kalau ada titipan di luar kebijakan program, itu disebut siluman. Di sini eksekutif, legislatif, dan pengusaha hitam biasa terlibat," ujar Yenny dalam diskusi di Cikini, Sabtu (7/3/2015).

Yenny memberi contoh mengenai pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang telah ada sejak tahun-tahun sebelumnya. Seharusnya, tidak terjadi kesalahan dalam proses pengadaan ini seperti yang mencuat saat ini.

Akan tetapi, yang terjadi justru adanya dugaan anggaran siluman dalam pengadaannya di APBD tahun ini. Yenny mengatakan itu adalah bukti bahwa terjadi kongkalikong antara eksekutif dan legislatif.

Yenny menegaskan eksekutif dan legislatif sama-sama telah mengeluarkan dana kampanye untuk mencapai posisinya saat ini. Menurut Yenny, dalam beberapa kasus yang diteliti Fitra, kasus korupsi yang terjadi pada tahap perencanaan anggaran oleh eksekutif dan legislatif ini sekaligus upaya untuk mengembalikan dana kampanye masing-masing pihak.

Bisa saja, lanjutnya, pihak eksekutif atau legislatif disponsori oleh perusahaan tertentu saat masa kampanye mereka. Kemudian setelah menang, perusahaan tersebut menuntut untuk menjadi pemenang tender suatu proyek.

Demi membayar "utang" kepada sponsor kampanye mereka, akhirnya perusahaan itu pun mendapat tender. Praktik itu membuat wajar jika ditemukan perusahaan pemenang tender yang tidak jelas.

Hal senada juga disampaikan pengamat ekonomi kebijakan publik, Ichsanudin Noorsy. Hal yang umum terjadi di berbagai daerah ini adalah efek penerapan demokrasi transaksional. Untuk mencapai sebuah posisi politik, diperlukan dana yang besar.

"Ini bagian dari demokrasi transaksional. Tidak ada yang berkampanye tapi tidak pakai uang. Suka tidak suka, dalam demokrasi transaksional, dua-duanya keluar biaya," ujar Noorsy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW2

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW2

Megapolitan
Cara ke Mall Kelapa Gading Naik Kereta dan Transjakarta

Cara ke Mall Kelapa Gading Naik Kereta dan Transjakarta

Megapolitan
Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Megapolitan
Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Megapolitan
Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com