Permasalahan yang diajukan dalam angket, kata Basuki, adalah hal-hal yang mengganggu kepentingan orang banyak dan melanggar undang-undang.
DPRD DKI pun menggulirkan angket untuk menyelidiki dokumen rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) yang diduga palsu dan dikirim Basuki ke Kemendagri.
"Angket mereka soal dokumen RAPBD yang sah dan mereka pun bersurat ke Kemendagri kalau dokumen (RAPBD) yang kami kirim itu tidak sah, makanya saya diangketin," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (25/3/2015).
Oleh karena itu, Basuki menganggap proses angket ini lucu. Sebab, di sisi lain, Kemendagri telah mengatakan bahwa dokumen RAPBD yang dikirim merupakan dokumen yang sah dan tidak ada unsur pelanggaran di dalamnya.
Bahkan, lanjut Basuki, Sekjen Kemendagri Yuswandi A Tumenggung menertawakan dokumen RAPBD yang diajukan DPRD.
Sebab, kata dia, tidak ada pendapatan dari dokumen itu, tetapi hanya belanja. Kemendagri juga sudah mengevaluasi serta mengoreksi dokumen RAPBD DKI.
"Artinya, angket kamu dengan topik itu masih relevan enggak? Kalau mau angket saya karena etika dengan 'bahasa toilet', harus bikin angket baru, bos. Angket tentang 'bahasa toilet'. Jadi, nanti Ahok (Basuki) akan diajar tentang 'dasar durian montong'," kata Basuki tertawa.
Dalam rapat yang digelar siang ini, tim angket mengundang pakar hukum dan tata negara. Pakar tata negara Irman Putra Sidin menjelaskan bahwa dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001, kepala daerah itu harus menjaga etika.
Jadi, seharusnya, seorang kepala daerah memiliki kewajiban untuk menjaga etika. Jika DPRD mempermasalahkan ada yang tidak etis pada pemerintah daerah, maka hal ini bisa jadi menuju pada pemberhentian, dan itu harus diverifikasi oleh Mahkamah Agung (MA).
Hal ini, menurut Basuki, sudah melenceng dari konsep awal pelaksanaan angket, yakni menyelidiki dokumen palsu RAPBD DKI.
"Angket itu harus khusus. Kalau orang korupsi, itu merugikan orang lain enggak? Kalau ada yang ngatain saya China, itu melanggar undang-undang anti-diskriminasi dan pidana lho. Aku juga sudah ketemu Wapres Jusuf Kalla, dan dia enggak bahas aturan tentang etika. Beliau hanya bilang kurangilah (kata kasar). Keras boleh, tetapi jangan kasar," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.