Awalnya angket dibentuk untuk menyelidiki kesalahan Pemprov DKI, dalam hal ini Gubernur Basuki mengirim dokumen rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) yang disebut palsu ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Saya juga bilang, jangan berhentiin angket, biar seru ketahuan angketnya apa. Tambah lucu angketnya angket apa," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (25/3/2015).
Setelah memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI dan konsultan e-budgeting, tim angket sempat memanggil Deputi Gubernur bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Sylviana Murni serta Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Sarwo Handayani.
Pemanggilan dua pejabat publik itu untuk menyelidiki keterlibatan istri Basuki, Veronica Tan dan adik Ahok, Harry Basuki dalam rapat revitalisasi Kota Tua.
Tim angket ingin menyelidiki mengapa kedua anggota keluarga Ahok duduk di kursi pimpinan. Sehingga ditengarai revitalisasi Kota Tua merupakan proyek nepotisme.
Selain menyelidiki rapat revitalisasi Kota Tua, belakangan ini, tim angket justru menyelidiki norma dan etika Ahok sebagai Gubernur DKI.
"Kemarin juga hampir angket periksa bini saya duduk di kursi saya, kayaknya banyak wartawan duduk di kursi saya, istri saya saja enggak pernah duduk di kursi kerja saya lho. Ada kan orang foto duduk di kursi gubernur, istri saya enggak pernah duduk di kursi gubernur lho, tolong diangketin juga deh tuh yang pernah duduk di kursi kerja saya," kata dia.
Sementara itu, atas tudingan pengiriman dokumen RAPBD palsu ke Kemendagri, Ahok mengimbau tim angket menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kata dia, Tim angket, seharusnya juga menggugat Mendagri Tjahjo Kumolo.
Sebab, Kemendagri mengevaluasi dokumen RAPBD yang diajukan Pemprov DKI. Penolakan DPRD untuk menerbitkan Perda APBD 2015 pun ditengarai Ahok bermuatan politis.
"Kemarin (penerbitan Perda APBD 2015) itu bukan putusan politik lagi, tetapi putusan administrasi karena (RAPBD) sudah diparipurna pengesahan. Administrasi itu cuma Ketua (DPRD) yang tandatangan tetapi dia buat bias jadi putusan politik, karena atas persetujuan semua ketua fraksi, itu sudah menyalahkan sebetulnya. Makanya baguslah mereka undang pakar ahli tata negara hukum, upload saja videonya ke Youtube biar orang-orang bisa lihat," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.