Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Pakai Kendaraan Pribadi, Pekerja Keluhkan Macet Jakarta

Kompas.com - 24/06/2015, 09:23 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Universitas Paramadina menyatakan mayoritas pekerja di Jakarta yang berpenghasilan di atas Rp 5 juta enggan menggunakan transportasi umum. Mereka lebih memilih menggunakan mobil pribadi menuju tempat bekerja.

Di sisi lain, para pekerja itu menyadari penyebab utama terjadinya kemacetan di Jakarta adalah tingginya penggunaan mobil pribadi, tentu saja seperti yang mereka lakukan.

"Pekerja tetap memilih menggunakan kendaraan pribadi. Alhasil, kemacetan masih tetap berlangsung. Padahal dari survei yang sama, 51,6 persen pekerja (responden) mengeluhkan kemacetan yang dianggap menjadi pokok persoalan di Jakarta, ketimbang harga kebutuhan pokok dan harga BBM yang mahal," kata pollster Kedai Kopi Hendri Satrio melalui keterangan tertulisnya, Selasa (23/6/2015).

Hendri mengatakan para pekerja enggan menggunakan transportasi umum karena menilai tidak bisa diandalkan. "Layanan transportasi massal masih memiliki kendala dalam hal kecepatan dan kenyamanan," ujar Hendri.

Atas dasar itu, kata Hendri, Kedai Kopi menyatakan sampai sejauh ini kampanye yang digalakan pemerintah agar warga Ibu Kota dan sekitarnya bisa beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi massal belum berhasil.

Mereka pun merekomendasikan agar pemerintah pusat dan daerah-daerah yang ada di kawasan Jabodetabek bisa saling bersinergi untuk membenahi sarana transportasi umum.

"Perlu berbagai terobosan untuk mengurai kemacetan di jalanan Ibu Kota. Sembari membenahi fasilitas transportasi massal, pemerintah juga perlu terus mensosialisasikan pemakaian transportasi massal atau kendaraan yang lebih ramah lingkungan, seperti sepeda," tutur Hendri.

Survei Kedai Kopi dilakukan dalam rangka memperingati HUT ke-488 Kota Jakarta. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling. Proses pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 26 Mei – 3 Juni 2015 melalui wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner terstruktur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi: Bentrokan di Cawang Dipicu Selisih Paham Penggunaan Gereja

Polisi: Bentrokan di Cawang Dipicu Selisih Paham Penggunaan Gereja

Megapolitan
Calon Pengantin di Bogor Kena Tipu WO,  Dekor Apa Adanya dan 'Catering' Tak Kunjung Datang

Calon Pengantin di Bogor Kena Tipu WO, Dekor Apa Adanya dan "Catering" Tak Kunjung Datang

Megapolitan
PPDB Jalur Zonasi di Jakarta Dibuka, Prioritaskan Siswa yang 1 RT dengan Sekolah

PPDB Jalur Zonasi di Jakarta Dibuka, Prioritaskan Siswa yang 1 RT dengan Sekolah

Megapolitan
Sempat Bantah Cabuli Cucunya Sendiri, Kakek di Depok Diringkus Polisi

Sempat Bantah Cabuli Cucunya Sendiri, Kakek di Depok Diringkus Polisi

Megapolitan
Aksi Nekat Jambret di Jakut, Beraksi Seorang Diri Gasak iPhone Pejalan Kaki Dekat Kantor Polisi

Aksi Nekat Jambret di Jakut, Beraksi Seorang Diri Gasak iPhone Pejalan Kaki Dekat Kantor Polisi

Megapolitan
Calon Pengantin di Bogor Ditipu WO, Catering dan Dekorasi Tidak Ada Saat Resepsi

Calon Pengantin di Bogor Ditipu WO, Catering dan Dekorasi Tidak Ada Saat Resepsi

Megapolitan
Pembangunan Masjid Agung Batal, Nasib SDN Pondok Cina 1 Belum Temukan Titik Terang

Pembangunan Masjid Agung Batal, Nasib SDN Pondok Cina 1 Belum Temukan Titik Terang

Megapolitan
Penjarahan Rusunawa Marunda Disebut Terjadi karena Masalah Revitalisasi Berlarut-larut

Penjarahan Rusunawa Marunda Disebut Terjadi karena Masalah Revitalisasi Berlarut-larut

Megapolitan
Revitalisasi Pasar Jambu Dua di Bogor Hampir Rampung, Kamis Ini Bisa Digunakan

Revitalisasi Pasar Jambu Dua di Bogor Hampir Rampung, Kamis Ini Bisa Digunakan

Megapolitan
Calon Pengantin di Bogor Ditipu WO, Dijanjikan Catering dan Dekorasi Rp 20 Juta

Calon Pengantin di Bogor Ditipu WO, Dijanjikan Catering dan Dekorasi Rp 20 Juta

Megapolitan
Polisi Berencana Periksa Seluruh Kru Band Virgoun Soal Kasus Narkoba

Polisi Berencana Periksa Seluruh Kru Band Virgoun Soal Kasus Narkoba

Megapolitan
Remaja di Duren Sawit Naik Pitam, Tusuk Ayah Kandung hingga Tewas karena Sakit Hati Dituduh Mencuri

Remaja di Duren Sawit Naik Pitam, Tusuk Ayah Kandung hingga Tewas karena Sakit Hati Dituduh Mencuri

Megapolitan
Menengok 'Sekolah di Utara' untuk Anak Kurang Mampu di Cilincing, Ada di Kolong Jembatan Berdebu

Menengok "Sekolah di Utara" untuk Anak Kurang Mampu di Cilincing, Ada di Kolong Jembatan Berdebu

Megapolitan
Amukan Penonton Gagal Lihat Idola, Berujung Penjarahan dan Perusakan di Konser Lentera Festival

Amukan Penonton Gagal Lihat Idola, Berujung Penjarahan dan Perusakan di Konser Lentera Festival

Megapolitan
Sakit Hati Remaja di Jaktim Dikatai 'Anak Haram' yang Buatnya Gelap Mata Bunuh Ayah Sendiri

Sakit Hati Remaja di Jaktim Dikatai "Anak Haram" yang Buatnya Gelap Mata Bunuh Ayah Sendiri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com