"Pada waktu PT Transjakarta dibuat, Pemda kan berkewajiban menyerahkan aset-asetnya. Aset-aset itu waktu itu dinilai terlalu rendah," ujar Wakil Ketua Pansus BPK Prabowo Soenirman di Gedung DPRD DKI, Rabu (12/8/2015).
Prabowo pun menjelaskan inti permasalahan dari temuan ini. Dulu, PT Transjakarta masih berbentuk BLUD yang dikelola oleh UP Transjakarta di bawah Dinas Perhubungan DKI.
Ketika itu, aset-aset yang digunakan oleh UP Transjakarta adalah milik Pemprov DKI. Aset-aset tersebut berupa kantor, inventaris kantor, pul bus, halte, jembatan penyeberangan orang (JPO), bus, dan kendaraan operasional lainnya.
Kemudian, penyelenggaraan Transjakarta diubah dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Perubahan tersebut merupakan hasil kajian dari konsultan BRT Pemprov DKI, yaitu Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). (Baca: Belum Pernah Ada Serah Terima Aset dari Pemprov DKI ke PT Transjakarta)
Transjakarta pun menjadi badan usaha milik daerah. Setelah perubahan tersebut, PT Transjakarta menerima PMP dari Pemprov DKI.
Begitu pula dengan aset-aset milik Pemprov DKI yang digunakan oleh Transjakarta sejak awal. PMP selain nontunai seperti aset-aset dalam hal ini disebut dengan nama "inbreng".
Prabowo mengatakan, ITDP telah menentukan nilai aset yang di-inbreng-kan sebesar Rp 1,191 triliun. Setelah ditinjau melalui harga pasar tanah tahun 2011, ternyata aset Pemprov yang akan di-inbreng-kan memiliki nilai yang lebih rendah daripada harga seharusnya.
"Jadi, aset yang nilainya harusnya 10 malah jadi 5 saja. Karena nilai rendah ini, oleh BPK disebut mengalami potensi kerugian," ujar Prabowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.