Menurut Nanang, hal itu terjadi karena penumpang masih dibebankan dua kali pembayaran saat masuk ke halte transjakarta dan saat naik kopaja AC.
"Kalau berhenti sembarangan, itu masalah dari dulu sudah ada. Kalau kopaja AC, itu karena bayarnya masih dobel. Penumpang juga kadang mencegat di tengah jalan buat langsung naik. Kalau sudah pakai sistem integrasi nanti, pasti penumpangnya bisa tertib," kata Nanang kepada Kompas.com, Kamis (1/10/2015).
Menurut Nanang, satu-satunya solusi agar sopir kopaja tidak berhenti sembarangan di jalur transjakarta adalah sistem pembayaran yang terintegrasi dengan transjakarta dan sistem rupiah per kilometer.
Berdasarkan praktik di lapangan selama ini, Nanang melihat, banyak kopaja berhenti sembarangan karena penumpang yang tidak mau menunggu di halte.
Dia mencontohkan kondisi halte di Lebak Bulus ke arah Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di sana, penumpang enggan naik bus dari halte, tetapi menunggu di dekat persimpangan di pinggir jalan.
Jika sopir bus tetap menunggu di halte, maka mereka tidak akan mendapat penumpang. Dengan demikian, prinsip permintaan dan penawaran terjadi pada saat itu.
"Kalau nanti semua terintegrasi, pakai kartu, penumpang mau enggak mau harus ke halte buat tap. Sistem penggajian sopir juga bukan sistem setoran lagi, jadi enggak bisa nakal juga, buat apa kan? Kalau nakal malah gajinya dipotong," tutur Nanang.
Meski demikian, Nanang mengaku telah menerapkan sanksi tegas bagi para sopirnya yang berhenti sembarangan. Sanksi akan lebih diperketat jika sistem integrasi dengan transjakarta sudah benar-benar berjalan. Sopir yang masih nakal nantinya berisiko untuk dipecat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.