JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menilai, masa kampanye untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2017 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada terlalu lama.
Menurut Djarot, atas dasar itulah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mengajukan judicial review atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
(Baca juga: Hakim MK Minta Ahok Uraikan Kerugian Konstitusionalnya)
Ia mengatakan, masa kampanye yang berlangsung lebih kurang empat bulan itu dapat mengganggu jalannya roda birokrasi sekaligus memangkas masa jabatan.
"Sekarang kan bayangin dari Oktober sampai Februari. Itu kalau satu putaran. Kalau dua putaran bagaimana? cuti lagi," ujar Djarot di Balai Kota, Senin (22/8/2016).
Hal ini berbeda dengan pilkada sebelumnya. Menurut Djarot, pada pilkada sebelumnya, masa kampanye yang ditetapkan tidak terlampau lama.
Ia kemudian mencontohkan saat dirinya mengikuti Pilkada Blitar sebagai calon petahana pada 2005.
Ketika itu, masa kampanye hanya dalam hitungan hari. Dengan demikian, kata dia, calon petahana tidak perlu sampai cuti selama beberapa bulan.
"Jadi ketika sudah mendaftar, saya langsung pindah ke rumah kontrakan. Jadi cutinya cuma pada saat kampanye doang," ujar Djarot.
(Baca juga: MK Minta Ahok Perbaiki Gugatannya Terkait UU Pilkada)
Masa cuti untuk Pilkada Serentak 2017 akan berlangsung pada 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau sekitar empat bulan.
Calon petahana wajib mengambil cuti selama masa kampanye. Situasi itulah yang membuat Basuki keberatan dan mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Salah satu hal yang jadi keberatan adalah terkait waktu cuti yang berbarengan dengan masa penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.